Kebijakan Pemerintah
Thailand adalah
salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang menjadi satu-satunya negara
yang tidak pernah merasakan pengalaman pahitnya penjajahan. Dengan pengalaman
itu pula, mudah bagi Thailand untuk membuka diri terhadap pengaruh budaya dari
Barat yang sangat dihindari oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara
lainnya. Keterbukaan Thailand terhadap pengaruh budaya asing tersebut telah
menciptakan pandangan bangsa asing untuk tidak menyentuh Thailand dari
kolonialisme maupun imperialisme (Cipto, 2007: 107-108). Dengan kebebasan yang
dimiliki Thailand tersebut dari bangsa koloni, Thailand lebih mudah untuk
mengatur sistem tata negara dengan baik tanpa intervensi dari negara manapun.
Thailand merupakan
negara dengan sistem pemerintahan monarki akan tetapi rezim tersebut bergeser
ke arah militer. Meskipun sudah beralih rezim, kondisi politik dan sosialnya
tidak mengalami gejolak yang signifikan. Keadaan yang sedikit berubah yakni
dengan beralihnya privatisasi kekayaan yang semula milik kerajaan menjadi utuh
milik negara (Samudavanijja, 1986). Dengan berubahnya rezim itu pula, kekuasaan
elit politik tidak sepenuhnya berfungsi karena sudah digantikan dengan elit
militer. Dalam Cipto (2007: 108) dijelaskan mengenai kewenangan Kementrian Luar
Negeri Thailand dimana ia berhak mengatur hubungan perdagangan Thailand baik
bilateral maupun multilateral serta hubungan diplomasi dengan negara-negara
lain. Terlepas daripada itu semua, sistem politik luar negeri Thailand yang
berfokus pada keamanan nasional itu sendiri lebih banyak didominasi oleh peran
militer. Dimana sejak tahun 1932 hingga 1988, elit militer mengatur seluruh
sistem politik Thailand yang berkaitan dengan isu-isu mengenai wilayah
perbatasan, pembelian senjata, penyusunan anggaran belanja militer dan
pengelolaan bantuan militer dari Amerika. Sepanjang tidak berurusan mengenai
keamanan nasional, pemerintah dalam Kementrian Luar Negerilah yang mengambil
alih pengambilan keputusan kebijakan luar negerinya. Sedangkan elit militer
hanya mengatur dan mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan keamanan nasional
saja untuk menjamin pemeliharaan serta mempertahankan keamanan nasional
bangsanya.
Thailand
sebagai negara yang mengadopsi rezim militer menjadikan kesatuan, stabilitas,
serta disiplin dan tata tertibnya sebagai nilai-nilai dasar untuk menopang
negara tersebut menjadi negara yang kuat secara militer. Adanya kemajuan pada
gerakan komunisme di Thailand juga yang membuat kebijakan politik cenderung represif.
Terlepas daripada konsepsi utama politik Thailand pada keamanan nasional,
Thailand berusaha keras untuk menjaga stabilitas negara dalam politik yang
tidak ada campur tangan dari para elit militer. Seperti halnya memperhatikan
isu-isu non militer mengenai pembangunan ekonomi, persamaan hak, kebebasan dan
keadilan, reformasi politik, hak asasi manusia, lingkungan hidup serta
desentralisasi birokrasi (Cipto, 2007: 111).
Dalam
perekonomian, semenjak dekade 80an kebijakan ekonominya menekankan pada aspek pembangunan
dalam sektor ekspor, investasi asing dan penguatan sektor swasta. Hal ini
dilakukan guna untuk mendorong perekonomian Thailand untuk mencapai modal yang
besar dengan membuka investasi asing yang besar sebagai penopang ekonominya
(Cipto, 2007: 117). Thailand sempat mengalami krisis pada tahun 1997 yang
membuat perekonomiannnya mengalami resesi dengan anjloknya sektor impor dan
ekspor. Hal ini membuat Thailand berusaha keras untuk memperbaiki
perekonomiannya melalui kerjasama dalam pasar terbuka dengan mendorong faktor
produksi untuk pengadaan ekspor dan kebijakan investasi pada negara-negara maju
seperti Amerika. Thailand juga sebagai salah satu negara penghasil komoditi
beras terbesar memperkuat ekspornya pada beras dan komoditi pertanian lainnya
seperti gula, karet dan juga ikan (CIA, n.d). Hubungan perdagangan Thailand
juga semakin ditingkatkan tidak hanya dengan negara-negara di kawasan, akan
tetapi juga pada negara-negara di luar kawasan seperti Amerika. Kerjasama
tersebut dilakukan melalui perundingan kemitraan ekonomi strategis di kawasan
Pasifik yang mengedepankan pada liberalisasi ekonomi (vovworld.vn, 2012).
Dalam sektor
budaya sendiri, masyarakat Thailand didominasi oleh etnis Thai yang mayoritas
beragama Budha. Akan tetapi, di wilayah selatan Thailand yang berbatasan
langsung dengan negara Malaysia kebanyakan adalah etnis Melayu dan beragama
Muslim. Bahasa yang digunakan masyarakat Thailand yaitu bahasa resmi Thailand.
Meskipun Thailand sudah mengalami akulturasi dengan budaya Barat dan menjadikan
bahasa Inggris menjadi bahasa kedua di negara tersebut, akan tetapi masih
sedikit masyarakat yang menggunakannya di dalam kesehariannya. Isu-isu yang
dihadapi negeri Gajah Putih tersebut juga menjadi perhatian masyarakat
internasional khususnya negara-negara di kawasan terkait dengan pelanggaran Hak
Asasi Manusia yakni human trafficking. Tidak hanya itu, isu lingkungan yang dihadapi
oleh Thailand juga turut membawa keprihatinan terhadap negara tersebut terkait
dengan penggundulan hutan, erosi tanah, ancama perburuan liar bagi satwa
langka, serta polusi udara dan air dari limbah pabrik. Meskipun banyak isu-isu
negatif yang dihadapi oleh Thailand, dalam sektor pariwisata sendiri saat ini
Thailand sudah lebih unggul dengan adanya dukungan dari pemerintah mengenai
perbaikan dalam sektor pariwisata. Thailand saat ini juga menjadi negara tujuan
destinasi favorit bagi para turis asing dimana menghadirkan tempat-tempat
wisata dengan tetap menjaga nilai-nilai budayanya yang kental dengan agama
(CIA, n.d).
Dari penjelasan
diatas, dapat dipahami bahwa Thailand yang memegang rezim monarki pada awalnya
dan beralih ke rezim yang didominasi oleh militer, tetap tidak membawa
perubahan yang cukup signifikan pada kondisi sosial maupun politiknya.
Guncangan politik pun sempat dialami oleh negeri Gajah Putih akibat krisis yang
dialaminya yang kemudian mempengaruhi perpolitikan negara tersebut. Stabilitas
politik Thailand dewasa ini sebenarnya sudah cukup baik karena pengaruh dari
militer tersebut. Meskipun konsepsi politik luar negeri Thailand lebih kepada
masalah keamanan nasional, akan tetapi isu-isu sosial politik lainnya yang saat
ini berkembang tetap diperhatikan oleh negara tersebut dengan tetap tidak
melupakan kepentingan utamanya yakni keamanan dan stabilitas nasional.
Ekonomi
Thailand
bergantung pada ekspor, dengan nilai ekspor sekitar 60% PDB. Kepulihan Thailand dari Krisis
Finansial Asia pada
1997-1998 banyak tergantung permintaan luar dari Amerika Serikat dan pasar asing lainnya.
Sebelum krisis
finasial, ekonomi Thai memiliki pertumbuhan ekonomi produksi yang bagus --
dengan rata-rata 9,4% untuk dekade sampai 1996. Tenaga kerja dan sumber daya
yang lumayan banyak, konsevatis fiskal, kebijakan investasi asing terbuka, dan
pendorongan sektor swasta merupakan dasar dari sukses ekonomi pada tahun-tahun
sampai pada 1997. Ekonominya intinya sebuah sistem perusahaan-bebas. Beberapa jasa, seperti pembangkit listrik, transportasi, dan komunikasi, dimiliki dan dioperasikan negara,
tetapi pemerintah sedang mempertimbangkan menswastakan mereka pada awal krisis finansial.
Pemerintah
Kerajaan Thailand menyambut investasi asing, dan investor yang bisa memenuhi
beberapa persyaratan dapat mendaftar hak investasi istimewa melalui Dewan Investasi Thailand. Untuk menarik investasi asing
lainnya, pemerintah telah memodifikasi peraturan investasinya.
Gerakan serikat
buruh tetap lemah dan
terpecah-pecah di Thailand. Hanya 3% dari seluruh angkatan kerja tergabung
dalam serikat buruh. Pada tahun 2000, Undang-undang Hubungan Kerja-Perusahaan
Negara (SELRA) disahkan, hingga memberikan para pegawai sektor publik hak-hak
yang sama dengan mereka yang bekerja di sektor swasta, termasuk hak untuk
bergabung dengan serikat buruh.
Sekitar 60% dari
seluruh angkatan kerja Thailand dipekerjakan di bidang pertanian. Beras adalah hasil bumi yang paling penting. Thailand adalah eksportir besar
di pasar beras dunia. Komoditi pertanian lainnya yang dihasilkan dengan jumlah
yang cukup besar adalah ikan dan produk-produk perikanan lainnya, tapioka, karet, biji-bijian, dan gula. Ekspor makanan jadi seperti tuna kaleng, nenas dan udang beku juga sedang meningkat.
Strategi Pemerintah Thailand Dalam
Mengatasi Krisis Thailand Tahun 1997
Pada buan Juli 1997,
krisis moneter pertama-tama meletus di Thailand, kemudian menjalar dengan cepat
mempengaruhi sejumlah besar negara dan daerah di Asia. Krisis ini adalah krisis
ekonomi yang melanda di kawasan Asia untuk pertama kalinya. Krisis ini disulut
oleh keputusan pemerintahan PM Chavalith Yongchaiyud untuk mengambangkan nilai
tukar bath Thailand terhadap mata uang dollar AS pada tanggal 2 Juli 1997.
Kebijakan ini adalah refleksi dari ketidakmampuan pemerintahan PM Chavalith
dalam mencegah dan mengatasi krisis ekonomi secara ekonomis dan politis.
Terjadinya krisis ekonomi
Thailand telah menggambarkan bahwa terjadinya krisis ekonomi diawali oleh
pembentukan Bangkok International Banking Facillities (BIBIF) pada tahun
1993. Krisis itu juga diawali oleh sikap pengabaian terhadap berbagai gejala
krisis ekonomi yang telah terjadi sejak awal 1997. Berbagai kelemahan kebijakan
ekonomi memicu timbulnya banyak masalah seperti semakin berkurangnya pemasukan
dari sektor ekspor, booming sektor property, semakin tingginya
hutang luar negeri dari pihak swasta domestik. Tidak hanya itu saja. Timbul
juga masalah semakin naiknya nilai riil mata uang bath terhadap dollar AS,
masalah defisit neraca perdagangan serta banyaknya non performing loans
(NPLs) di sektor perbankan.
Adanya krisis ekonomi dan
politik menyebabkan perubahan mendasar. Berbagai indikator makro ekonomi
menunjukkan angka negatif setelah menikmati pertumbuhan pesat dalam hampir satu
dekade. Secara ekonomi, pemerintahan yang sedang berkuasa menjadi tidak lagi
legitimate. Sementara itu legitimasi politik pemerintah harus didasarkan pada
sistem politik demokratis. Banyaknya praktek demokrasi yang masih belum dewasa
dapat memperburuk krisis ekonomi. Akibatnya, pemerintahan semi demokratis PM
Chavalit tidak mampu mengambil kebijakan ekonomi efektif dan tegas dalam rangka
memperbaiki kepercayaan investor yang sudah terlanjur telah menarik keluar
investasi asing mereka. Ketidakmampuan pemerintah yang sedang berkuasa untuk
mengambil berbagai langkah mengatasi krisis ekonomi semakin meningkatkan
tuntutan berbagai lapisan masyarakat agar pemerintahan koalisi PM Chavalith
mengundurkan diri.
Pihak yang memiliki pengaruh dan
peran dalam menyebabkan krisis ekonomi 1997 secara politik adalah teknokrat
atau birokrasi. Para teknokrat bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan
makroekonomi di Thailand. Sebagai aparatur penting dalam pemerintahan,
teknokrat dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dan
dipersalahkan atas terjadinya krisis ekonomi, khususnya mereka yang berada di
Bank Sentral Thailand (BoT). Krisis ekonomi 1997 menunjukkan lemahnya kemampuan
Bank Sentral Thailand (BoT) mengantisipasi apresiasi nilai tukar riil mata uang
bath terhadap dollar AS.
Untuk mengatasi krisis ekonomi
di Thailand, pemerintah Thailand mengeluarkan berbagai kebijakan. Pertama,
berusaha mengembalikan kepercayaan para investor asing. Diharapkan para
investor asing bersedia membawa modalnya masuk kembali ke Thailand. Dengan
memperbaiki kepercayaan investor asing terutama maka masalah krisis likiuditas
dalam cadangan devisa Thailand dapat semakin teratasi. Pemerintah PM Chuan
tetap mempertahankan kerja sama dengan IMF. Pemerintah PM Chuan mendapatkan
kesempatan besar untuk memperbaiki keadaan ekonomi domestik Thailand dari IMF
yakni melalui bantuan bersifat finansial dan teknis. PM Thailand,Chuan,
berusaha mendesak AS supaya bisa memberi bantuan finansial secara terpisah dari
bantuan multilateral IMF.
Sikap yang mendukung dari
Presiden AS, Bill Clinton, digunakan sebagai jaminan atas keseriusan Thailand
dalam melakasanakan program reformasi ekonomi dari lembaga keuangan
internasional, IMF. Akhirnya, dukungan tersebut akan memperbaiki dan
meningkatkan kepercayaan lembaga-lembaga internasional dan negara-negara lain
terhadap Thailand. Namun sikap PM Chuan yang begitu patuh terhadap program
perbaikan ekonomi IMF melahirkan opini bahwa PM Chuan adalah a good student
of the IMF. Opini tersebut mempunyai arti positif bagi pemerintahan PM
Chuan. Karena melakukan pinjaman dari IMF maka PM Chuan harus menanggung
konsekuensi yakni tidak bisa bersikap lain di luar program ekonomi IMF.
Pendirian ini melahirkan reaksi positif yakni meningkatnya kepercayaan rakyat Thailand
terhadap perkembangan ekonomi domestik negara Thailand.
Kedua, mengadakan reformasi finansial atau keuangan. Reformasi finansial
dilakukan oleh pemerintahan PM Chuan. Di antara reformasi keuangan tersebut
adalah penyelesaian semua aset milik ke-56 perusahaan-perusahaan keuangan yang
ditutup itu hingga 31 Desember 1998 melalui the Financial Restructuating
Agency (FRA) dan the Asset Management Corporation (AMC),
perusahaan-perusahaan keuangan akan direkapitalisasi pada 1998 seiring dengan
peraturan yang ketat, memperbaiki undang-undang kepailitan (bankruptcy law),
dan pemerintah menjamin tidak akan melakukan penutupan terhadap
perusahaan-perusahaan keuangan lain.
Ketiga, pemerintahan Thailand, PM Chuan memberlakukan pengontrolan lalu
lintas dan perdagangan bath melalui mekanisme two-tier system. Kebijakan
ini diharapkan mampu menjaga terjadinya stabilitas nilai tukar pada level
yang lebih rendah. Hal tesebut dapat menyebabkan industri dapat kembali
beroperasi secara normal dan baik. Misalnya, ekspor produk agroindustri lebih
mampu bersaing serta bahan baku industri dapat diimpor dengan harga lebih
murah. Selain itu, diharapkan adanya kebijakan ini mampu mempertahankan
cadangan devisa negara.
Keempat, pemerintah Thailand membuat kebijakan untuk mendorong biaya
produksi dan ekspor. Pelaksanaan kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka untuk
mengembangkan proyek-proyek investasi padat karya yang didanai dari pinjaman
Bank Dunia dan Miyazawa Iniatiative, Jepang. Dari kebijakan ini maka diharapkan
adanya peningkatan daya beli rakyat dan merangsang kegiatan produksi. Kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah (Paket 30 Maret 1999) itu berisi program pembiayaan
sebesar 53 milyar bath, pengurangan pajak sebesar 54,7 milyar bath per tahun,
serta pengurangan harga energi sebesar 23,8 milyar bath per tahun.
Kelima, dalam sektor-sektor industri yang selama ini sangat terbatas bagi
penanaman modal asing akhirnya disetujui oleh Parlemen Thailand di akhir 1998.
Contohnya, produsen mobil asal Jepang mulai memiliki 100% industri mobil.
Tetapi sektor-sektor industri tersebut tidak termasuk bagian sektor ekspor dan
jasa turisme.Thailand tidak hanya mengandalkan sektor industri namun juga
sektor pertanian khususnya teknologi pertanian. Sektor teknologi pertanian ini
sudah lama ditinggalkan oleh sebagian besar rakyat Thailand sewaktu
perekonomian sedang mengalami peningkatan yang besar.
Akhirnya, perekonomian Thailand
berangsur-angsur pulih. Hal ini bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi
pada pertengahan 1999. Misalanya, mata uang Bath mulai terlihat stabil, nilai
indeks harga saham SET hampir meningkat dua kali lipat, cadangan devisa
mengalami kenaikan pesat, hutang luar negeri turun, dan angka inflasi mengalami
penurunan.
Masalah
Pokok Perekonomian
Pengangguran
Pengangguran
bukanlah hal yang negatif. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris, Jerman, Belanda, Austrlia, Jepang, dan Singapura masih terdapat
pengangguran, hanya saja jumlahnya tidak sebesar di negara-negara berkembang
seperti Indonesia, India, Vietnam, dan Thailand.
Pada permulaan
tahun 1930-an terjadi depresi ekonomi yang sangat serius di berbagai negara di
dunia. Hal ini mendorong ahli ekonomi Inggris, John Maynard Keynes untuk
mengevaluasi pandangan-pandangan para ekonom klasik (ahli-ahli ekonomi yang
hidup antara zamannya Adam Smith dan zamannya Keynes). Keynes pada tahun 1936
menerbitkan suatu buku yang berjudul: “The
General Theory of Employment, Interest and Money”. Menurut Keynes,
kesempatan kerja penuh tidak selalu dicapai dalam perekonomian sehingga
perekonomian selalu menghadapi masalah pengangguran. Pengangguran timbul karena
tidak semua tenaga kerja dalam perekonomian digunakan untuk kegiatan
memproduksi, hal ini diakibatkan oleh keinginan masyarakat (secara agregat)
untuk berbelanja adalah lebih rendah dari kemampuan perekonomian untuk
memproduksikan barang dan jasa. Dengan kata lain, pengeluaran agregat yang
sebenarnya adalah lebih rendah daripada yang diperlukan untuk mencapai
kesempatan kerja penuh sehingga terjadilah pengangguran.
Kategori Penganggur
Pengelompokan
penganggur berdasarkan alasan mereka menganggur. Cara ini mengelompokkan
penganggur ke dalam tiga kategori, yaitu:
- Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Pengangguran
friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya
kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan
pembuka lamaran pekerjaan. Dengan kata lain, mereka menganggur karena sedang
dalam proses peralihan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya atau mereka
yang belum diterima bekerja ketika memasuki angkatan kerja. Misalnya, seorang
mahasiswa yang baru lulus kuliah melamar pekerjaan, ketika belum diterima bekerja, ia termasuk
penganggur friksional. Atau orang yang ingin beralih profesi, ketika ia belum
diterima bekerja untuk profesi yang diminatinya, ia termasuk penganggur jenis
ini. Atau sesorang yang pindah kota sehingga ia keluar dari pekerjaan dan
mencari pekerjaan baru di kota yang dituju. Selama ia menganggur, ia termasuk
penganggur friksional.
- Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Pengangguran
struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan pekerjaan
tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Dengan
kata lain, ada ketidakcocokan antara keahlian yang dimiliki dengan jenis
kebutuhan tenaga kerja yang dicari. Hal ini disebabkan oleh keahlian penganggur
yang tidak cocok dengan lowongan pekerjaan, artinya lowongan perkerjaan tetap
ada tetapi tidak cocok dengan keahlian penganggur. Misalnya, saat ini
pemerintah sedang menggalakkan pajak sehingga dibutuhkan banyak konsultan
pajak, tetapi yang tersedia di pasar tenaga kerja adalah manajer atau ahli
ekonomi bukan pajak. Penganggur seperti ini paling banyak disebabkan oleh
kemajuan teknologi, mereka yang ahli dengan teknologi tradisional tidak akan
dapat mengoperasikan teknologi modern sehingga mereka tidak memiliki kemampuan
untuk bersaing.
- Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Pengangguran
musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi
jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus menganggur. Contohnya seperti
petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian.
- Pengangguran Siklikal
Pengangguran
siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus
ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Dengan kata lain, pengangguran siklikal disebabkan oleh kondisi ekonomi yang
sedang mengalami resesi atau kondisi menurun dalam siklus ekonomi sehingga
lapangan kerja jarang. Artinya, pengangguran siklikal terjadi ketika GDP rill
lebih kecil dari GDP potensial. Dalam kondisi seperti ini, persaingan tenaga
kerja sangat ketat.
Pengangguran
dapat pula dikategorikan menurut seberapa intensif dia menganggur, antara lain:
1. Penganggur Penuh
Penganggur
jenis ini adalah mereka yang ingin bekerja, berusaha mendapat dan mencari
pekerjaan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali. Dengan kata lain,
penganggur penuh tidak melakukan aktivitas yang menghasilkan atau tidak
memiliki penghasilan.
2. Setengah Penganggur
Penganggur
jenis ini adalah mereka yang bekerja tetapi kurang dari 35 jam dalam seminggu.
Sebagai standar umum di Indonesia dan kebanyakan negara, seorang pekerja
memiliki kewajiban untuk bekerja selama 35 jam dalam seminggu. Dengan kata
lain, mereka yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu dianggap bekerja
tetapi tidak penuh, atau menganggur tetapi tidak sepenuhnya menganggur.
3. Penganggur Terselubung
Penganggur jenis ini adalah
mereka yang nampak bekerja untuk mendapatkan upah, tetapi pekerjaan yang
dilakukan tidak produktif. Biasanya pekerjaan yang dilakukan diciptakan oleh
Pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja sementara pada saat kondisi ekonomi
tidak baik. Artinya, pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga
kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang dengan tujuan mengurangi
jumlah pengangguran.
Tingkat Pengangguran
Tingkat
pengangguran adalah persentase dari angkatan kerja total yang tidak bekerja.
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar pula angkatan kerjanya.
Apabila jumlah angkatan kerja ini bisa diimbangi dengan kesempatan kerja, maka
pengangguran akan sedikit. Namun sebaliknya, apabila kesempatan kerja tidak
bisa mengimbangi, maka jumlah pengangguran meningkat.
Tingkat
kesempatan kerja penuh (full employment) terjadi ketika tidak terdapat
pengangguran siklikal namun terdapat pengangguran friksional dan stuktural
dalam jumlah yang normal. Dengan kata lain, kesempatan kerja penuh terjadi
ketika tingkat pengangguran lebih besar daripada nol. Hal ini disebut sebagai
tingkat pengangguran alamiah. Selanjutnya, tingkat pengangguran siklikal dapat
menjadi negatif jika GDP rill melebihi GDP potensial dan perekonomian
berproduksi di atas tingkat kesempatan kerja penuh. Hal ini berarti, periode
pencarian pekerjaan yang normal bagi para penganggur friksional dan struktural
menjadi lebih pendek karena banyaknya lowongan pekerjaan.
Dampak Terburuk dari Pengangguran
Pengangguran
dalam jangka panjang dapat berdampak buruk, yaitu semakin menigkatnya angka
kemiskinan. Seorang penganggur sudah pasti tidak memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, akibatnya ia akan hidup miskin. Orang miskin
memiliki kcenderungan terbelakang dalam melakukan berbagai hal seperti
keterbatasan memanfaatkan fasilitas umum dan fasilitas sosial (pendidikan,
rumah sakit), kurangnya perlindungan terhadap hak-hak mereka, dan sebagainya.
Pengangguran Thailand Terendah di
Dunia
Wednesday, 04 February 2015, 12:47 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Tak
butuh waktu lama bagi seorang penganggur di Thailand mengakhiri masa suramnya.
Asal ada kemauan, cari saja pekerjaan di sektor pertanian. Dalam waktu relatif
singkat, dia akan memegang sebuah pekerjaan yang memberikan penghasilan.
Sektor pertanian menjadi salah satu penyebab Thailand memiliki tingkat pengangguran sangat rendah. Pada akhir 2014, tingkat pengangguran mereka tercatat pada angka 0,56 persen. Dan ternyata,fenomena ini bukan hal baru
Tingkat pengangguran di bawah satu persen sudah berlangsung sejak 2011. Sementara rekor tertinggi tingkat pengangguran negeri gajah putih ini berada pada level 5,73 persen pada 2001. Itu terungkap saat Kantor Statistik Nasional untuk pertama kalinya memublikasikan data tingkat pengangguran.
Dengan angka 0,56 persen, mengantarkan Thailand sebagai negara dengan tingkat pengangguran terendah di dunia. Cina dan India, sebagai kekuatan ekonomi dunia, tingkat penganggurannya masing-masing empat persen dan 9,4 persen. Sementara, Filipina sebesar enam persen.
Juru bicara Bank Thailand, Chirathep Senivongs Na Ayudhya, mengatakan, rendahnya pengangguran di Thailand bukan karena definisi pengangguran yang berbeda dengan negara lain. "Ini soal struktural," katanya seperti dilansir Bloomberg, Senin (2/2).
Chirathep merujuk pada sektor pertanian yang selama ini diandalkan Thailand. Menurut dia, sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga, mereka yang tak dapat menemukan pekerjaan, bisa selalu mengalihkan perhatian ke sektor informal ini. Alternatif lainnya bagi rakyat Thailand yang pengangguran adalah berwirausaha.
Menurut Cirathep, seseorang yang menganggur, dalam waktu relatif singkat bisa mendapatkan pekerjaan. Mereka yang kehilangan pekerjaan, tanpa terkecuali, bisa memasuki sektor pertanian sebagai andalan, atau mencari pekerjaan paruh waktu lainnya dan tak lagi menjadi penganggur.
Bloomberg menggambarkan fenomena ini. Jika seseorang kehilangan pekerjaan sebagai teller bank, misalnya, lalu dia pulang ke rumahnya dan bekerja di ladang ayahnya satu jam dalam sepekan, ia sudah dianggap tak lagi sebagai pengangguran.
Lebih dari 40 persen dari sekitar 67 juta populasi Thailand, memang bergelut di sektor pertanian. Bahkan, pada 2013, sektor informal dalam perekonomian Thailand, seperti pertanian, mempunyai andil sebesar 64 persen.
Di dalamnya termasuk pula pedagang asongan, sopri taksi, serta mereka yang bekerja di bidang yang dianggap abu-abu. Namun di sisi lain, pertanian bukanlah satu-satunya pemicu rendahnya tingkat pengangguran di Thailand.
Faktor lainnya adalah rendahnya tingkat fertilitas (kelahiran) yakni 1,4 persen dalam kurun 2010-2015. Ditambah lagi, tahun lalu, warga yang berusia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan hingga 15 persen. Jadi, lebih banyak warga yang masuk masa pensiun dan bukan angkatan kerja.
Berkaca dari kasus Thailand, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago tidak mau berandai-andai Indonesia bisa mengejar Thailand dalam hal menyediakan lapangan kerja. Namun, Andrinof menegaskan, pemerintah terus berupaya menurunkan tingkat pengangguran dan membuka lapangan kerja bagi warganya. Indonesia menargetkan tingkat pengangguran pada 2015 sebesar 5,6 persen.
Industri dan pertanian, Andrinof anggap sebagai dua lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. "Hal terpenting, pemerintah akan terus menurunkan angka pengangguran. Kalau tahun ini bisa 5,6 persen, tahun depan turun lagi,’’ kata Andrinof. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2014 mencapai 7,24 juta jiwa.
Jumlah ini meningkat 7,15 juta dari posisi Februari 2014. Dalam persentase, tingkat pengangguran naik dari 5,7 persen per Februari 2014 menjadi 5,94 persen pada Agustus 2014.
Direktur Riset CORE Indonesia M Faisal mengatakan, tidak apple to apple membandingkan tingkat pengangguran di Indonesia dengan tingkat pengangguran di Thailand.
Ia beralasan, CORE pernah meneliti data pengangguran dari berbagai negara. Namun, setelah meneliti secara mendalam, setiap negara menerapkan parameter berbeda dalam menentukan definisi pengangguran.
Faisal juga menjelaskan, peningkatan investasi yang masuk ke Indonesia belum mengurangi pengangguran. Banyak investasi yang secara nominal besar, namun penyerapan tenaga kerjanya rendah. Untuk mengatasi ini, perlu insentif investasi di bidang padat karya.
Industri pakaian, tekstil, garmen, makanan, dan minuman daya serapnya luar biasa terhadap tenaga kerja. Industri semacam ini, kata Faisal, perlu mendapatkan insentif, misalnya, dari sisi pengurangan biaya produksi.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga menekankan perlunya insentif bagi investasi padat karya selain insentif bidang pertanian. Menurut dia, untuk sementara pengangguran teratasi oleh proyek infrastruktur lima tahun ke depan.
Sektor pertanian menjadi salah satu penyebab Thailand memiliki tingkat pengangguran sangat rendah. Pada akhir 2014, tingkat pengangguran mereka tercatat pada angka 0,56 persen. Dan ternyata,fenomena ini bukan hal baru
Tingkat pengangguran di bawah satu persen sudah berlangsung sejak 2011. Sementara rekor tertinggi tingkat pengangguran negeri gajah putih ini berada pada level 5,73 persen pada 2001. Itu terungkap saat Kantor Statistik Nasional untuk pertama kalinya memublikasikan data tingkat pengangguran.
Dengan angka 0,56 persen, mengantarkan Thailand sebagai negara dengan tingkat pengangguran terendah di dunia. Cina dan India, sebagai kekuatan ekonomi dunia, tingkat penganggurannya masing-masing empat persen dan 9,4 persen. Sementara, Filipina sebesar enam persen.
Juru bicara Bank Thailand, Chirathep Senivongs Na Ayudhya, mengatakan, rendahnya pengangguran di Thailand bukan karena definisi pengangguran yang berbeda dengan negara lain. "Ini soal struktural," katanya seperti dilansir Bloomberg, Senin (2/2).
Chirathep merujuk pada sektor pertanian yang selama ini diandalkan Thailand. Menurut dia, sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga, mereka yang tak dapat menemukan pekerjaan, bisa selalu mengalihkan perhatian ke sektor informal ini. Alternatif lainnya bagi rakyat Thailand yang pengangguran adalah berwirausaha.
Menurut Cirathep, seseorang yang menganggur, dalam waktu relatif singkat bisa mendapatkan pekerjaan. Mereka yang kehilangan pekerjaan, tanpa terkecuali, bisa memasuki sektor pertanian sebagai andalan, atau mencari pekerjaan paruh waktu lainnya dan tak lagi menjadi penganggur.
Bloomberg menggambarkan fenomena ini. Jika seseorang kehilangan pekerjaan sebagai teller bank, misalnya, lalu dia pulang ke rumahnya dan bekerja di ladang ayahnya satu jam dalam sepekan, ia sudah dianggap tak lagi sebagai pengangguran.
Lebih dari 40 persen dari sekitar 67 juta populasi Thailand, memang bergelut di sektor pertanian. Bahkan, pada 2013, sektor informal dalam perekonomian Thailand, seperti pertanian, mempunyai andil sebesar 64 persen.
Di dalamnya termasuk pula pedagang asongan, sopri taksi, serta mereka yang bekerja di bidang yang dianggap abu-abu. Namun di sisi lain, pertanian bukanlah satu-satunya pemicu rendahnya tingkat pengangguran di Thailand.
Faktor lainnya adalah rendahnya tingkat fertilitas (kelahiran) yakni 1,4 persen dalam kurun 2010-2015. Ditambah lagi, tahun lalu, warga yang berusia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan hingga 15 persen. Jadi, lebih banyak warga yang masuk masa pensiun dan bukan angkatan kerja.
Berkaca dari kasus Thailand, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago tidak mau berandai-andai Indonesia bisa mengejar Thailand dalam hal menyediakan lapangan kerja. Namun, Andrinof menegaskan, pemerintah terus berupaya menurunkan tingkat pengangguran dan membuka lapangan kerja bagi warganya. Indonesia menargetkan tingkat pengangguran pada 2015 sebesar 5,6 persen.
Industri dan pertanian, Andrinof anggap sebagai dua lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. "Hal terpenting, pemerintah akan terus menurunkan angka pengangguran. Kalau tahun ini bisa 5,6 persen, tahun depan turun lagi,’’ kata Andrinof. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2014 mencapai 7,24 juta jiwa.
Jumlah ini meningkat 7,15 juta dari posisi Februari 2014. Dalam persentase, tingkat pengangguran naik dari 5,7 persen per Februari 2014 menjadi 5,94 persen pada Agustus 2014.
Direktur Riset CORE Indonesia M Faisal mengatakan, tidak apple to apple membandingkan tingkat pengangguran di Indonesia dengan tingkat pengangguran di Thailand.
Ia beralasan, CORE pernah meneliti data pengangguran dari berbagai negara. Namun, setelah meneliti secara mendalam, setiap negara menerapkan parameter berbeda dalam menentukan definisi pengangguran.
Faisal juga menjelaskan, peningkatan investasi yang masuk ke Indonesia belum mengurangi pengangguran. Banyak investasi yang secara nominal besar, namun penyerapan tenaga kerjanya rendah. Untuk mengatasi ini, perlu insentif investasi di bidang padat karya.
Industri pakaian, tekstil, garmen, makanan, dan minuman daya serapnya luar biasa terhadap tenaga kerja. Industri semacam ini, kata Faisal, perlu mendapatkan insentif, misalnya, dari sisi pengurangan biaya produksi.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi juga menekankan perlunya insentif bagi investasi padat karya selain insentif bidang pertanian. Menurut dia, untuk sementara pengangguran teratasi oleh proyek infrastruktur lima tahun ke depan.
Inflasi
Pengetian Istilah Dan Definisi
Inflasi adalah kenaikan harga-harga
umum yang terjadi secara terus-menerus selama periode tertentu. Inflasi
menunjukkan kecenderungan naiknya harga-harga umum barang dan jasa yang
berlangsung secara terus menerus. Kenaikan harga tidak harus selalu dalam nilai
atau persentasi yang sama. Kenaikan harga yang terjadi satu kali atau tidak
terus menerus, atau hanya temporer, atau tidak berdampak luas, maka tidak
dikatagorikan sebagai inflasi.
Beberapa factor yang dapat
menyebabkan terjadinya inflasi dalam perekonomian suatu Negara dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Demand Pull Inflation, atau Demand-Side Inflation, atau Demand Shock
Inflation
Demand Shock Inflation atau biasa
disebut Inflasi Guncangan Permintaan atau inflasi tarikan permintaan adalah
inflasi yang disebabkan oleh adanya daya tarik dari permintaan masyarakat
terhadap berbagai barang yang terlalu kuat. Inflasi jenis ini biasa dikenal
juga dengan istilah Philips Curve Inflation. Inflasi ini dipicu oleh adanya
interaksi antara permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa domestic
dalam jangka panjang yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.
Inflasi ini biasa terjadi pada
masa perekonomian yang tumbuh dengan cepat. Adanya kesempatan kerja yang tinggi
menimbulkan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menyebabkan
pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa.
Pengeluaran yang berlebihan ini pada akhirnya dapat menimbulkan inflasi.
Untuk di Negara Indonesia
terjadinya demand pull inflation disebabkan oleh tingginya permintaan barang
dan jasa relative terhadap ketersediannya. Artinya barang dan jasa yang diminta
relative tinggi dibanding ketersediaan barang dan jasa yang diminta. Dalam
makro ekonomi inflasi ini digambarkan dengan output rill yang melebihi output
potensial, atau permintaan total, atau aggregate demand lebih besar daripada
kapasitas perekonomian.
2. Cost Push Inflation, atau Supply-Side Inflation, atau Supply Shock
Inflation
Supply Shock Inflation atau biasa
disebut inflasi guncangan penawaran atau inflasi desakan biaya adalah inflasi
yang disebabkan oleh adanya guncangan atau dorongan kenaikan biaya
factor-faktor produksi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Inflasi ini terjadi akibat didesak oleh naiknya biaya dari factor produksi.
Inflasi desakan biaya biasa
terjadi pada masa perekonomian yang sedang tumbuh pesat dengan pengangguaran
yang relative rendah. Di sini supply tenaga kerja sangat terbatas. Adanya
permintaan yang tinggi pada barang produksi terhadap perusahaan, sementara
jumlah tenaga kerja terbatas. Perusahaan akan menaikkan produksi dengan memberi
upah atau gaji lebih tinggi dan mencari karyawan baru dengan tawaran upah atau
gaji yang relative tinggi.
Kebijakan ini menimbulkan biaya
produksi menjadi tinggi, sehingga harga barang atau produk menjadi lebih tinggi
juga.
Kenaikan biaya dari factor
produksi dapat diakibatkan oleh depresiasi atau turunnya nilai tukar mata uang
domestic terhadap mata uang asing. Bahan baku dan barang dari luar negeri
menjadi lebih malah di dalam negeri. Terjadinya inflasi di luar negeri,
khususnya Negara-negara patner dagang. Inflasi luar negeri naik menyebabkan
bahan baku atau barang atau produk dari luar negeri menjadi naik.
Inflasi guncangan penawaran dapat
pula terjadi akibat negative supply shock. Penurunan penawaran ini dapat
disebabkan oleh bencana alam, atau hal lain. Selain itu inflasi supply shock
dapat terjadi kerena pemerintah menaikkan harga-harga komoditi tertentu.
3. Mixed Inflation, Inflasi Campuran
Inflasi campuran merupakan
inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan dan kenaikan penawaran.
Perilaku permintaan dan penawaran tidak setimbang. Permintaan terhadap barang
atau jasa bertambah, hal ini mengakibatkan factor produksi dan penyediaan
barang menjadi turun. Sementara substitusi atau barang pengganti terbatas atau
bahkan tidak ada. Keadaan ini, pada akhirnya menyebabkan harga menjadi naik.
Inflasi ini menjadi semakin sulit dikendalikan atau diatasi, ketika kenaikan
supply lebih tinggi atau setidaknya sama dengan kenaikan demand.
4. Expected Inflation, Inflasi Ekspektasi.
Inflasi ekspektasi adalah inflasi
yang terjadi akibat adanya perilaku masyarakat secara umum yang bersifat adatif
atau forward looking. Dalam hal ini, masyarakat menilai bahwa di masa yang akan
datang kondisi ekonomi menjadi semakin baik dari masa sebelumnya.
Harapan masyarakat ini dapat menyebabkan terjadinya
demand pull inflation maupun cost push inflation. Hal ini tergantung pada
harapan masyarakat yang mana yang akan lebih baik dan bagaimana kondisi
persediaan barang dan factor produksi saat itu dan masa datang. Inflasi jenis
ini relative sulit untuk dideteksi secara pasti, sehingga kejadiannya kurang
diperhatikan
Investasi dan Penanaman Modal
- 1. Suku Bunga
Suku bunga merupakan faktor yang
sangat penting dalam menarik investasi karena sebagian besar investasi biasanya
dibiayai dari pinjaman bank. Jika suku bunga pinjaman turun maka akan mendorong
investor untuk meminjam modal dan dengan pinjaman modal tersebut maka ia akan
melakukan investasi.
- 2. Pendapatan nasional per kapita untuk tingkat negara (nasional) dan PDRB per kapita untuk tingkat propinsi dan Kabupaten atau Kota
Pendapatan nasional per kapita
dan PDRB per kapita merupakan cermin dari daya beli masyarakat atau pasar.
Makin tinggi daya beli masyarakat suatu negara atau daerah (yang dicerminkan
oleh pendapatan nasional per kapita atau PDRB per kapita) maka akan makin
menarik negara atau daerah tersebut untuk berinvestasi.
- 3. Kondisi sarana dan prasarana
Prasarana dan sarana pendukung
tersebut meliputi sarana dan prasarana transportasi, komunikasi, utilitas,
pembuangan limbah dan lain-lain. Sarana dan prasarana transportasi contohnya
antara lain :
jalan, terminal, pelabuhan,
bandar udara dan lainlain. Sarana dan prasrana telekomunikasi contohnya:
jaringan telepon kabel maupun nirkabel, jaringan internet, prasarana dan sarana
pos. Sedangkan contoh dari utilitas adalah tersedianya air bersih, listrik dan
lain-lain.
- 4. Birokrasi perijinan
Birokrasi perijinan merupakan
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi investasi karena birokrasi yang
panjang memperbesar biaya bagi investor. Birokrasi yang panjang akan
memperbesar biaya bagi pengusaha karena akan memperpanjang waktu berurusan
dengan aparat. Padahal bagi pengusaha, waktu adalah uang. Kemungkinan yang
lain, birokrasi yang panjang membuka peluang oknum aparat pemerintah untuk
menarik suap dari para pengusaha dalam rangka memperpendek birokrasi tersebut.
- 5. Kualitas sumberdaya manusia
Manusia yang berkualitas
akhir-akhir ini merupakan daya tarik investasi yang cukup penting. Sebabnya
adalah tekhnologi yang dipakai oleh para pengusaha makin lama makin modern.
Tekhnologi modern tersebut menuntut ketrampilan lebih dari tenaga kerja.
- 6. Peraturan dan undang-undang ketenagakerjaan
Peraturan undang-undang
ketenagakerjaan ini antara lain menyangkut peraturan tentang pemutusan hubungan
kerja (PHK), Upah Minimum, kontrak kerja dan lain-lain.
- 7. Stabilitas politik dan keamanan
Stabilitas politik dan keamanan
penting bagi investor karena akan menjamin kelangsungan investasinya untuk
jangka panjang.
- 8. Faktor-faktor sosial budaya
Contoh faktor sosial budaya ini
misalnya selera masyarakat terhadap makanan. Orang Jawa pedalaman misalnya
lebih senang masakan yang manis rasanya, sementara masyarakat Jawa pesisiran
lebih senang masakan yang asin rasanya.
- 9. Pengaruh Nilai tukar
Secara teoritis dampak perubahan
tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak
pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada
investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan
berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik.
Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi
melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure
reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai
riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum
dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas
pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran /
alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh
aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan
tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata
uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang
domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang
diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap
barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga
didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi
investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
- 10. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh
negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang
tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka
panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal
serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu
menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering
dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu
ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.
Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan
& Perubahan Struktur Ekonomi
- Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi
Sebelum kita membahas lebih
lanjut mengenai faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi, kita perlu memahami
definisi dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri, saya akan membahas tentang
pengertian dari pertumbuhan ekonomi itu terlebih dahulu. Pertumbuhan ekonomi
dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara
secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional.
Perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Indikator yang digunakan untuk
menghitung tingkat Pertumbuhan Ekonomi :
- Tingkat Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto)
- Tingkat Pertumbuhan PNB (Produk Nasional Bruto)
Dalam praktek angka, PNB kurang
lazim dipakai, yang lebih populer dipakai adalah PDB, karena angka PDB hanya
melihat batas wilayah,terbatas pada negara yang bersangkutan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi :
a)
Faktor Sumber Daya Manusia,
Sama halnya dengan proses
pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses
pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek
pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses
pembangunan.
b)
Faktor Sumber Daya Alam,
Sebagian besar negara berkembang
bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya.
Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses
pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya
dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud
dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan
dan kekayaan laut.
c)
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan,
pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh
mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas
serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya
berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
d) Faktor
Budaya,
Faktor budaya memberikan dampak
tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat
berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat
juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan
diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya.
Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap
anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
e)
Sumber Daya Modal,
Sumber daya modal dibutuhkan
manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal
berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran
pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.
- Faktor-Faktor penentu Perubahan Struktur Ekonomi
Adanya perubahan struktural
ekonomi dapat tercermin dalam peranan sektor-sektor dalam pembentukan produksi
nasional maupun besarnya persentase tenaga kerja pada masing-masing sektor
ekonomi tersebut. Dimana peranan ataupun sumbangan sektor primer (pertanian dan
pertambangan) dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) ataupun Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) akan semakin berkurang, sedangkan peranan sektor
sekunder (industry manufaktur, konstruksi) serta sektor tersier (jasa-jasa)
akan semakin meningkat, dengan semakin majunya perekonomian negara. Disamping
itu, semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, akan semakin kecil
peranan pertanian dalam menyediakan dan menyerap kesempatan kerja, dan
sebaliknya sektor industri akan semakin penting dan meningkat peranannya dalam
menampung tenaga kerja. (Kamaludin: 1999).
struktur ekonomi terjadi akibat
perubahan dari sejumlah faktor, yang menurut sumbernya dapat dibedakan atas
faktor-faktor Internal yaitu :
a) Agregat
Demand (AD) dan
b) Agregat
Supply (AS).
Perubahan
struktur ekonomi juga dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh
intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.
a) Agregat
Demand,
Dari sisi Agregat Demand,
Faktor yang sangat dominan adalah perubahan permintaan domestik yang disebabkan
oleh kombinasi antara peningkatan pendapatan rill perkapita masyarakat dan
perubahan selera masyarakat. Perubahan permintaan tidak hanya dalam arti
peningkatan konsumsi tetapi juga perubahan komposisi barang-barang yang
dikonsumsi. Perubahan komposisi ini dapat dijelaskan dengan teori Engel:
Apabila pendapatan rill masyarakat meningkat maka pertumbuhan permintaan akan
barang-barang non makanan akan lebih besar daripada pertumbuhan permintaan
terhadap makanan. Pada umumnya makanan, seperti beras memiliki elastisitas
pendapatan dari permintaan yang nilainya nol (kategori barang normal) atau
negatif (inferior), sedangkan barang-barang non makanan seperti
alat-alat rumah tangga dari elektronik dan baju, memiliki elastisitas yang
positif dan besar (kategori ferior).
b)
Agregat Supply,
Dari sisi Agregat Supply,
faktor-faktor penting diantaranya adalah pergeseran keunggulan komparatif,
perubahan atau kemajuan teknologi, peningkatan pendidikan atau kualitas sumber
daya manusia, penemuan-penemuan material baru untuk produksi, dan akumulasi
barang modal. Semua hal ini memungkinkan untuk melakukan inovasi dalam produk
dan proses produksi. Dalam hal pergeseran keunggulan komparatif menurut Chenery
dalam Tambunan (2001) bahwa proses transformasi struktural akan berjalan lambat,
bahkan ada kalanya berbalik atau mengalami kemunduran dalam arti terjadinya
penurunan atas kontribusi output industri manufaktur dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB), jika keunggulan komparatif tidak berjalan sesuai dengan
arah pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur dan
pola perubahan dalam komposisi ekspor. Perubahan struktur ekonomi dari sisi Agregat
Supply juga diakibatkan oleh realokasi dana investasi dan resources
utama lainnya, termasuk teknologi dan tenaga kerja atau sumber daya manusia
dari satu sektor ke sektor lain. Realokasi ini dapat terjadi disebabkan karena
adanya perbedaan produktivitas atau pendapatan rill antar sektor, adanya
kemiskinan di salah satu sektor ataupun karena adanya kebijakan-kebijakan
pemerintah yang lebih menguntungkan sektor-sektor tertentu, misalnya kebijakan
industrialisasi dan kebijakan perdagangan luar negeri yang mengutamakan
pembangunan atau pertumbuhan output di sektor industri. Faktor dari sisi Agregat
Demand dan Agregat Supply diatas adalah faktor-faktor internal,
sedangkan faktor eksternal yang merupakan penyebab perubahan struktur ekonomi
antara lain adalah :
- kemajuan teknologi (bagi Indonesia kemajuan teknologi bersifat given), dan
- perubahan struktur perdagangan global yang antara lain disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia dan dampak dari peraturanperaturan mengenai perdagangan regional dan internasional. Perubahan struktur ekspor misalnya dari ekspor komoditas primer ke komoditas manufaktur juga tidak terlepas dari perubahan struktur permintaan dunia yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia.
Kesimpulan lain menyebutkan bahwa
yang menjadi faktor-faktor penyebab perubahan struktur ekonomi adalah :
1. sifat manusia dalam kegiatan
konsumsinya
yaitu apabila pendapatan naik,
elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan (income
elasticity of demand) adalah rendah untuk konsumsi bahan makanan. Sedangkan
permintaan terhadap bahanbahan pakaian, perumahan, dan barang-barang konsumsi
hasil industri adalah sebaliknya. Sifat permintaan masyarakat tersebut sesuai
dengan hukum Engels, dimana teori Engels mengatakan bahwa, makin tinggi
pendapatan masyarakat maka akan semakin sedikit proporsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi bertambah
besar.
2. Perubahan teknologi yang
terus–menerus berlangsung
Kemajuan teknologi akan
mempertinggi produktivitas kegiatan-kegiatan ekonomi, pada akhirnya menyebabkan
terjadinya perluasan pasar serta kegiatan perdagangan. Dengan demikian akan
tercipta produk baru yang tidak hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan
bagi konsumsi masyarakat desa tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat kota.
3. Peningkatan dalam pendapatan
dan taraf hidup penduduk
Melalui perubahan struktur
ekonomi, pemerintah dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup penduduk,
sebab perkembangan sektor kedua mewujudkan lebih peluang pekerjaan
4. Intervensi pemerintah
kebijakan yang berpengaruh
langsung terhadap perubahan struktur ekonomi adalah kebijakan pemberian
insentif bagi sektor industri atau tidak langsung lewat pengadaan infrastruktur
5. Kondisi dan struktur awal
ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
Suatu negara yang awal pembangunan
ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar, seperti
mesin,besi dan baja yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi
yang lebih cepat dibandingkan negara yang hanya memiliki industri-industri
ringan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan, dan mimumanPenanaman Modal Asing
Alasan Melakukan Modal Asing
- Produktivitas seseorang yang terus mengalami penurunan.
- Tidak menentunya lingkungan perekonomian sehingga memungkinkan suatu saat penghasilan jauh lebih kecil dari pengeluaran.
- Kebutuhan-kebutuhan yang cenderung mengalami peningkatan.
Manfaat / Keuntungan Penanaman Modal Asing
- Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta orang, merupakan suatu pasar potensial dan sumber tenaga kerja yang kompetitif .
- Asia tenggara yang strategis menghubungkan beberapa rute pelayaran internasional yang vital .
- Ekonomi terbuka berorientasi pasar dengan rezim pertukaran valuta asing yang bebas .
- kepemilikan modal PMA tidak seluruhnya dikuasai oleh pihak asing. Dalam porsi yang cukup, kepemilikan diwajibkan juga untuk warga negara Indonesia atau BUMN.
- Melalui PMA, modal kerja dapat diperoleh terutama untuk sektor-sektor industri padat modal, dan juga PMA sektor retail dapat menjadi sarana pemasaran bagi pengusaha domestik kelas menengah .
- Negara turut menikmati manfaat PMA melalui setoran pajaknya, baik itu dari pajak perusahaan maupun pajak pekerja asing .
Bentuk Penanaman Modal
Adapun bentuk penanaman modal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya :
- Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas .
- Membeli saham ,
- Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Opini - Opini
Krisis Thailand, RI Siap Menerima Limpahan Investasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi krisis politik di Thailand
dinilai sangat merugikan negara tersebut. Indonesia harus siap dan tanggap
menerima limpahan potensi masuknya investasi sebagai dampak krisis diThailand. ”Pasti situasi di Thailand saat ini sangat merugikan negara
tersebut. Yang jelas langsung berdampak adalah anjlok drastisnya pariwisata di
sana,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang
Sulisto ketika dihubungi melalui telepon, Minggu (25/5).
Negara yang kini dikuasai militer itu bahkan sudah memberlakukan jam malam. Menurut Suryo, pemberlakuan jam malam akan langsung terasa dampaknya, yakni menurunkan kinerja industri. Kegiatan industri yang biasanya dilakukan dengan pola tiga giliran atau shift kerja dipastikan terganggu apabila jam malam diberlakukan. Indonesia harus siap dan tanggap menerima limpahan dari krisis di Thailand itu. Kita harus meningkatkan upaya untuk menjadikan negara ini tujuan investasi yang menarik,” ujar Suryo. Upaya ini dapat dilakukan dengan membenahi persoalan di sisi infrastruktur, birokrasi, dan kepastian hukum. Hal penting lain adalah kebijakan-kebijakan insentif fiskal atau moneter yang menarik bagi calon investor. Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, sebenarnya situasi politik dan keamanan yang tidak menentu dan berkepanjangan di Thailand telah berdampak terhadap investasi di Indonesia sejak 3-4 tahun yang lalu. Kondisi itu terus berlanjut hingga sekarang. ”Dampak ini khususnya pada perusahaan industri manufaktur Jepang, seperti industri otomotif, yang mengalihkan kegiatan industrinya dari Thailand dan meningkatkan volume produksinya di Indonesia,” kata Sanny. Sebelumnya diberitakan, sekitar 500 investor Jepang tertarik mengalihkan usahanya ke Indonesia. Investor menganggap Indonesia memiliki nilai lebih dalam hal stabilitas politik dan biaya produksi (Kompas, 13/5). Sejumlah investor Jepang di Thailand dan Tiongkok juga bersiap pindah ke Indonesia. Investor Jepang yang ingin merelokasi usahanya ke Indonesia umumnya bergerak dalam sektor komponen otomotif, mesin, komponen industri, pertanian, dan perdagangan. Lahan Industri Menurut Sanny, kondisi ini juga memengaruhi peningkatan tajam permintaan lahan industri di Indonesia, yang pada tahun 2011 mencapai sekitar 1.200 hektar. Sebagai perbandingan, berdasarkan data Collier International Indonesia, penjualan kawasan industri di Indonesia pada tahun 2010 tidak sampai 600 hektar.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (DJ PPI) Kementerian Perindustrian, pada tahun 2011, penjualan lahan kawasan industri di Indonesia tercatat 1.247,84 hektar.
Saat itu, total investasi penanaman modal asing (PMA) ataupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor industri di Indonesia Rp 99,64 triliun. Mengacu data olahan DJ PPI, realisasi investasi sektor industri pada tahun 2013 sebesar Rp 177,9 triliun.
Sementara itu, investasi PMDN sektor industri di Indonesia pada triwulan I-2014 sebesar Rp 11,11 triliun. Pada periode yang sama, investasi PMA sektor industri sebesar 3,49 miliar dollar AS atau sekitar Rp 38,39 triliun.
Negara yang kini dikuasai militer itu bahkan sudah memberlakukan jam malam. Menurut Suryo, pemberlakuan jam malam akan langsung terasa dampaknya, yakni menurunkan kinerja industri. Kegiatan industri yang biasanya dilakukan dengan pola tiga giliran atau shift kerja dipastikan terganggu apabila jam malam diberlakukan. Indonesia harus siap dan tanggap menerima limpahan dari krisis di Thailand itu. Kita harus meningkatkan upaya untuk menjadikan negara ini tujuan investasi yang menarik,” ujar Suryo. Upaya ini dapat dilakukan dengan membenahi persoalan di sisi infrastruktur, birokrasi, dan kepastian hukum. Hal penting lain adalah kebijakan-kebijakan insentif fiskal atau moneter yang menarik bagi calon investor. Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, sebenarnya situasi politik dan keamanan yang tidak menentu dan berkepanjangan di Thailand telah berdampak terhadap investasi di Indonesia sejak 3-4 tahun yang lalu. Kondisi itu terus berlanjut hingga sekarang. ”Dampak ini khususnya pada perusahaan industri manufaktur Jepang, seperti industri otomotif, yang mengalihkan kegiatan industrinya dari Thailand dan meningkatkan volume produksinya di Indonesia,” kata Sanny. Sebelumnya diberitakan, sekitar 500 investor Jepang tertarik mengalihkan usahanya ke Indonesia. Investor menganggap Indonesia memiliki nilai lebih dalam hal stabilitas politik dan biaya produksi (Kompas, 13/5). Sejumlah investor Jepang di Thailand dan Tiongkok juga bersiap pindah ke Indonesia. Investor Jepang yang ingin merelokasi usahanya ke Indonesia umumnya bergerak dalam sektor komponen otomotif, mesin, komponen industri, pertanian, dan perdagangan. Lahan Industri Menurut Sanny, kondisi ini juga memengaruhi peningkatan tajam permintaan lahan industri di Indonesia, yang pada tahun 2011 mencapai sekitar 1.200 hektar. Sebagai perbandingan, berdasarkan data Collier International Indonesia, penjualan kawasan industri di Indonesia pada tahun 2010 tidak sampai 600 hektar.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (DJ PPI) Kementerian Perindustrian, pada tahun 2011, penjualan lahan kawasan industri di Indonesia tercatat 1.247,84 hektar.
Saat itu, total investasi penanaman modal asing (PMA) ataupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor industri di Indonesia Rp 99,64 triliun. Mengacu data olahan DJ PPI, realisasi investasi sektor industri pada tahun 2013 sebesar Rp 177,9 triliun.
Sementara itu, investasi PMDN sektor industri di Indonesia pada triwulan I-2014 sebesar Rp 11,11 triliun. Pada periode yang sama, investasi PMA sektor industri sebesar 3,49 miliar dollar AS atau sekitar Rp 38,39 triliun.
Produktivitas
Menurut Sanny, pemerintah harus memanfaatkan momentum saat ini dengan terus mengupayakan iklim investasi yang mendukung peningkatan produktivitas kerja perusahaan-perusahaan industri.
”Peningkatan produktivitas ini diperlukan agar industri di Indonesia dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas baik dengan harga kompetitif,” kata Sanny.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit. Ekspor nonmigas Indonesia ke Thailand pada periode Januari-Maret 2014 sebesar 1,312 miliar dollar AS. Sebaliknya, impor nonmigas Indonesia dari Thailand pada Januari-Maret 2014 mencapai 2,361 miliar dollar AS. (CAS)
Menurut Sanny, pemerintah harus memanfaatkan momentum saat ini dengan terus mengupayakan iklim investasi yang mendukung peningkatan produktivitas kerja perusahaan-perusahaan industri.
”Peningkatan produktivitas ini diperlukan agar industri di Indonesia dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas baik dengan harga kompetitif,” kata Sanny.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit. Ekspor nonmigas Indonesia ke Thailand pada periode Januari-Maret 2014 sebesar 1,312 miliar dollar AS. Sebaliknya, impor nonmigas Indonesia dari Thailand pada Januari-Maret 2014 mencapai 2,361 miliar dollar AS. (CAS)
Negara
Thailand
Bentuk
pemerintah
Monarki konstitusional.sejarah
Orang Thai pertama mulai menetap
tanah air mereka hadir di abad ke-6, dan pada akhir abad ke-13 memerintah
sebagian besar bagian barat. Selama 400 tahun berikutnya, mereka berjuang
secara sporadis dengan Kamboja ke timur dan Burmese. Sebelumnya disebut Siam,
Thailand belum pernah mengalami penjajahan asing. Inggris memperoleh pijakan
kolonial di wilayah tersebut pada tahun 1824, tetapi dengan 1896 kesepakatan
Anglo -Perancis menjamin kemerdekaan Thailand. Sebuah kudeta pada tahun 1932
diturunkan monarki status tituler dan mendirikan pemerintahan perwakilan dengan
hak pilih universal.
Pada pecahnya Perang Dunia II,
pasukan Jepang menyerang Thailand. Setelah lima jam token perlawanan Thailand
menyerah kepada Jepang pada 8 Desember 1941, kemudian menjadi area pementasan
untuk kampanye Jepang terhadap Malaya. Setelah runtuhnya pemerintahan boneka
pro-Jepang pada Juli 1944, Thailand menolak pernyataan perang itu telah dipaksa
untuk membuat tahun 1942 melawan Inggris dan Amerika Serikat
Pada akhir 1960-an permasalahan
bangsa sebagian besar berasal dari konflik pembuatan bir di Kamboja tetangga
dan Vietnam. Meskipun Thailand telah menerima $ 2 milyar pada bantuan ekonomi
dan militer AS sejak tahun 1950 dan telah mengirim pasukan ( dibayar oleh AS )
ke Vietnam sementara memungkinkan basis pembom AS di wilayahnya, runtuhnya
Vietnam Selatan dan Kamboja pada musim semi 1975 membawa perubahan yang cepat
dalam postur diplomatik negara. Atas desakan pemerintah Thailand, AS setuju
untuk menarik semua 23.000 personel militer AS yang tersisa di Thailand pada
Maret 1976.
Sebuah Kudeta Militer dan Kegagalan Pemerintah
Tiga tahun pemerintahan sipil
berakhir dengan kudeta militer pada 6 Oktober 1976. Partai-partai politik,
dilarang setelah kudeta, memperoleh kebebasan yang terbatas pada tahun 1980.
Pada tahun yang sama, majelis nasional terpilih Jenderal Prem Tinsulanonda
sebagai perdana menteri. Prem terus sebagai perdana menteri menyusul pemilihan
umum tahun 1983 dan 1986.
Kabur dari Laos, Vietnam, dan
rezim pembunuh Kamboja Pol Pot, pengungsi membanjiri Thailand pada tahun 1978
dan 1979. Meskipun upaya oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya
untuk menampung mereka, total 130.000 Laos dan Vietnam yang tinggal di
kamp-kamp di sepanjang perbatasan Kamboja pada pertengahan 1980.
Pada tanggal 3 April 1981,
sebuah kudeta militer terhadap pemerintah Prem gagal. Lain upaya kudeta pada 9
September 1985, hancur oleh pasukan yang setia setelah sepuluh jam pertempuran
di Bangkok. Pada Februari 1991, namun kudeta lain menghasilkan junta lain, yang
mengumumkan keadaan darurat dan menghapuskan konstitusi. Sebuah skandal program
land reform menyebabkan jatuhnya pemerintah pada bulan Mei 1995. Sebuah suksesi
pemerintah diikuti.
Collapse Ekonomi dan
Pertumbuhan selanjutnya
Setelah beberapa tahun
pertumbuhan ekonomi belum pernah terjadi sebelumnya, perekonomian Thailand,
setelah salah satu yang terkuat di wilayah ini, runtuh di bawah beban utang
luar negeri pada tahun 1997. Kejatuhan ekonomi Thailand memicu reaksi berantai
di wilayah tersebut, memicu krisis mata uang Asia. Pemerintah Thailand cepat
diterima pedoman restrukturisasi sebagai kondisi Dana Moneter Internasional $
17000000000 bailout. Perekonomian Thailand, sementara jauh dari benar-benar
pulih, terus meningkatkan selama beberapa tahun ke depan. Thaksin
Shinawatra, kepala Partai Thai Rak Thai, menjadi perdana menteri pada Januari
2001. Yang sangat populer Thaksin, miliarder maestro telekomunikasi, didakwa di
Desember 2000 atas tuduhan korupsi, namun dibebaskan di Agustus 2001.
The Violent Perdagangan Obat dan Pemberontakan, A menghancurkan Tsunami Pada Februari 2003, Thaksin mengumumkan rencana untuk menghilangkan perdagangan obat bius dari Thailand dalam waktu tiga bulan. Ketika operasi disimpulkan pada akhir April, hampir 2.300 orang tewas. Pejabat pemerintah mengklaim bertanggung jawab atas sekitar 35 dari korban, menyalahkan pengedar narkoba dan anggota geng atas kematian lainnya. Aktivis hak asasi manusia, bagaimanapun, pasukan polisi diduga telah terlalu agresif dalam kampanye mereka.
The Violent Perdagangan Obat dan Pemberontakan, A menghancurkan Tsunami Pada Februari 2003, Thaksin mengumumkan rencana untuk menghilangkan perdagangan obat bius dari Thailand dalam waktu tiga bulan. Ketika operasi disimpulkan pada akhir April, hampir 2.300 orang tewas. Pejabat pemerintah mengklaim bertanggung jawab atas sekitar 35 dari korban, menyalahkan pengedar narkoba dan anggota geng atas kematian lainnya. Aktivis hak asasi manusia, bagaimanapun, pasukan polisi diduga telah terlalu agresif dalam kampanye mereka.
Kekerasan telah menjangkiti
provinsi-provinsi selatan didominasi Muslim Thailand sejak awal tahun 2004,
dengan gerilyawan bersenjata menyerang kantor polisi, pos keamanan, dan depot
militer. Hampir 800 orang telah tewas dalam serangan, yang menurut para pejabat
atribut untuk militan Islam. Kekerasan meningkat pada bulan Juli 2005,
mendorong Thaksin mengumumkan keadaan darurat di selatan. Provinsi Pattani
diguncang oleh serangan pada Februari 2007, ketika sekitar 30 bom terkoordinasi
meledak di bar, hotel, dan pemancar listrik. Sementara pemberontak telah jelas
dalam menjelaskan motivasi mereka untuk serangan tersebut, pemboman terbaru
menunjukkan mereka menargetkan umat Buddha maupun Muslim lainnya.
Pada 26 Desember 2004, tsunami
sangat kuat melanda 12 negara Asia. Thailand melaporkan sekitar 5.300 korban.
Fallout dari Pemerintah
Rusak
Thaksin membuat sejarah dalam
pemilu 2005 Februari, menjadi perdana menteri pertama yang melayani dua periode
berturut-turut. Nya Partai Thai Rak Thai menang besar. Dia dikritik selama masa
pertamanya untuk dugaan korupsi, karena gagal mengendalikan pemberontakan di
selatan, dan untuk respon yang tidak efektif terhadap wabah flu burung di
Thailand, namun penanganan cekatan nya dari krisis tsunami meningkat
popularitasnya pada hari-hari menjelang pemilu. Setahun kemudian, bagaimanapun,
Thaksin menghadapi kritik intens ketika ia menjual saham keluarganya dari
sebuah perusahaan komunikasi untuk hampir $ 2 milyar tanpa membayar pajak.
Sekitar 60.000 demonstran berkumpul di Bangkok dan menyerukan pengunduran
dirinya. Selain itu, dua anggota kabinetnya mengundurkan diri sebagai protes.
Menghadapi meningkatnya kritik atas penjualan, Thaksin membubarkan parlemen
pada akhir Februari dan menyerukan pemilihan umum dini. Dia mengumumkan
pengunduran dirinya pada bulan April, hanya beberapa hari setelah ia Partai
Thai Rak Thai memenangkan 57 % suara dalam pemilihan nasional. Setelah
meninggalkan kantor selama tujuh minggu, Thaksin kembali lagi ke peran perdana
menteri. Pada bulan September 2006, militer, dipimpin oleh Jenderal Sondhi
Boonyaratkalin, melancarkan kudeta tak berdarah dan menyatakan darurat militer,
sementara Perdana Menteri Thaksin Shinawatra itu pada pertemuan Majelis Umum
PBB di New York. Pada bulan Oktober, Surayud Chulanont, seorang pensiunan
jenderal dihormati, disumpah sebagai perdana menteri. Dewan militer yang
diinstal Chulanont mengumumkan bahwa pemilihan umum baru akan diadakan pada
akhir tahun 2007, setelah konstitusi baru telah ditulis. Pada bulan Mei
2007, mahkamah konstitusi ditemukan partai politik mantan Perdana Menteri Thaksin
Shinawatra, Thai Rak Thai, bersalah atas penipuan pemilu dan melarangnya untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan selama lima tahun. Sebuah Konstitusi Baru
dan Akhir Peraturan Militer Dalam referendum pertama di negara itu, yang
diselenggarakan pada bulan Agustus 2007, Thailand memilih mendukung konstitusi
baru, yang menetapkan panggung untuk pemilihan parlemen dan kembali ke
demokrasi setelah satu tahun pemerintahan militer. Dalam pemilihan parlemen
bulan Desember, Partai Kekuatan Rakyat, yang mendukung mantan perdana menteri
Thaksin, memenangkan 233 dari 480 kursi dalam pemilihan parlemen, teguran jelas
untuk kekuasaan militer. Thaksin, yang telah di pengasingan di London,
mengatakan ia akan kembali ke Thailand tapi tidak masuk politik. Samak
Sundaravej, dari Partai Kekuatan Rakyat, terpilih sebagai perdana menteri oleh
parlemen pada Januari 2008, sehingga menyelesaikan transisi kembali ke
demokrasi. Samak, seorang tokoh kontroversial dan diperdebatkan, menyebut
dirinya sebagai ” proxy” untuk Thaksin dan mengatakan ia akan bekerja untuk
mengatasi kemiskinan di pedesaan Thailand. Pada 1970-an dan 1990-an, Samak
didukung menindak kekerasan terhadap mahasiswa dan pegiat pro-demokrasi.
Thaksin kembali ke Thailand pada
Februari 2008 setelah 17 bulan di pengasingan. Dia mengatakan dia siap untuk
menghadapi tuduhan korupsi terkait dengan properti yang ia peroleh dari sebuah
lembaga negara selama masa jabatannya sebagai perdana menteri. Pada bulan Juli,
istrinya, Pojaman Shinawatra, dinyatakan bersalah menghindari pajak dan dihukum
tiga tahun penjara. Thaksin gagal tampil untuk penampilan pengadilan pada bulan
Agustus dan melarikan diri bersama istrinya ke London. Dia tertinggal sekitar $
2 miliar aset yang dibekukan oleh militer ketika mengambil kekuasaan pada tahun
2006. Dia mengatakan dia tidak akan menerima pengadilan yang adil di Thailand.
Pada bulan Juli, Unesco, lengan
budaya PBB, ditunjuk Preah Vihear, yang duduk di sisi Kamboja di perbatasan
Kamboja – Thailand, sebagai Situs Warisan Dunia PBB. Langkah ini menggugah
emosi nasionalis di kedua sisi dan memicu ketegangan antara negara-negara.
Kedua negara dipindahkan pasukan ke daerah yang disengketakan dekat kuil.
Squirmishing pecah antara tentara Kamboja dan Thailand pada Oktober 2008, dan
dua tentara Kamboja tewas.
Aliansi Rakyat untuk
Demokrasi dan Memprotes Status Quo
Pada bulan Agustus 2008, ribuan
demonstran, yang disebut Aliansi Rakyat untuk Demokrasi ( PAD ), melancarkan
aksi duduk -in di luar gedung pemerintah di Bangkok, menyerukan pengunduran
diri Perdana Menteri Samak Sundaravej, yang mereka sebut proxy untuk Thaksin.
Demonstran berusaha mengubah proses pemerintahan dan pemilu yang telah
memberdayakan mayoritas pedesaan, yang anggota PAD mengatakan yang ” sakit
pendidikan, ” dengan mengorbankan elit. PAD telah merekomendasikan
memperkenalkan ditunjuk, bukan dipilih, legislatif. Sekitar satu minggu ke
duduk -in, demonstran pro – pemerintah meluncurkan kontra – demonstrasi, yang
berubah menjadi kekerasan, mendorong pemerintah untuk menyatakan keadaan darurat.
Militer dan polisi tidak memberlakukan keadaan darurat, namun. Dalam konferensi
pers, tentara Komandan Jenderal Anupong Paochinda menyatakan netralitas dalam
konflik. ” Kami tidak memihak, ” katanya. ” Jika bangsa adalah orang-orang,
kita adalah tentara rakyat. “
Samak dipaksa mengundurkan diri
pada bulan September ketika Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan bahwa dia
melanggar konstitusi, yang melarang bekerja di sektor swasta saat di kantor,
dengan dibayar untuk tampil di acara memasak ” Tasting dan Mengeluh. ” Somchai
Wongsawat, yang pertama wakil perdana menteri, menjadi akting perdana menteri.
Parlemen terpilih dia perdana menteri pada 17 September, 298-163.
Kerusuhan mengambil dramatis
pada 7 Oktober, ketika dua orang tewas dan lebih dari 400 terluka dalam
pertempuran antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa anti – pemerintah.
Demonstran, tyring untuk mencegah pelantikan Somchai, anggota parlemen
dibarikade di dalam gedung parlemen dan tentara telah dikerahkan. Demonstran
PAD yang didukung oleh putusan pengadilan antikorupsi Oktober oleh Thailand
yang ditemukan Thaksin bersalah korupsi atas kesepakatan tanah. Pengadilan
menjatuhkan hukuman dua tahun penjara. Pada tanggal 25 November para pengunjuk
rasa menutup Suvarnaabhumi Bandara Intnerantional Bangkok, menciptakan krisis
nasional dan terdampar wisatawan. Keesokan harinya, panglima militer Thailand,
Jenderal Anupong Paochinda, mendesak Perdana Menteri Somchai mengundurkan diri
dan menggelar pemilu baru. Somchai menolak untuk memperhatikan saran Anupong
dan kemudian mengumumkan keadaan darurat dan berwenang polisi dan militer untuk
mengusir para pengunjuk rasa.
Mahkamah Konstitusi Thailand
membubarkan Partai Kekuatan Rakyat yang mengatur pada 2 Desember, memutuskan
bahwa ia terlibat dalam kecurangan selama pemilu 2007. Keputusan memaksa
Somchai dari kekuasaan dan anggota partai dilarang berpolitik selama lima
tahun. Pendukung Thaksin mempertahankan mayoritas parlemen mereka dan
mengatakan mereka akan mencoba untuk melanjutkan pemerintahan dengan membentuk
partai baru. Keputusan itu mendorong demonstran untuk mengakhiri blokade mereka
Bandara Internasional Suvarnaabhumi. Deputi Pertama Perdana Menteri, Chaovarat
Chanweerakul, menjadi perdana menteri sementara. Beberapa hari kemudian, pada
15 Desember, parlemen terpilih Abhisit Vejjajiva, ketua Partai Demokrat,
sebagai perdana menteri. Abhisit menarik sebagian besar dukungannya dari kelas
menengah berpendidikan Thailand.
Protes Anti – Pemerintah
Lanjutkan dan Turn Mematikan
Pada April 2009, kerusuhan
politik massa telah kembali ke Thailand. Demonstran yang loyal pada mantan
perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang disebut kemeja merah, disela pertemuan
para pemimpin Asia yang diadakan di resort Thailand. Perdana Menteri Abhisit
Vejjajiva cepat membatalkan pertemuan dan menyatakan keadaan darurat. Dia
kemudian memerintahkan militer Thailand untuk membubarkan protes di ibukota
Bangkok. Pada tanggal 14 April, para pemrotes menyerah dan perdamaian
dipulihkan ke jalan, tapi Thaksin dan pendukungnya telah membuktikan bahwa
mereka tetap menjadi ancaman bagi stabilitas politik Thailand.
Pro – dan demonstrasi anti –
Thaksin terus berlanjut sepanjang tahun 2009, memuncak pada bulan Desember
ketika sekitar 20.000 pendukung Thaksin – disebut red shirt – berkumpul di
Bangkok untuk menuntut pemilihan baru. Kemudian, pada Maret 2010, sekitar
100.000 kaos merah berkumpul di Bangkok dan menuntut Perdana Menteri Abhisit
membubarkan parlemen dan menggelar pemilu baru. Abhisit menolak, tapi setuju
untuk bertemu dengan para pemimpin oposisi. Pada pertemuan pada akhir Maret, ia
setuju untuk menggelar pemilu baru tetapi tidak menetapkan jadwal. Abhisit
mengumumkan keadaan darurat pada awal April setelah pengunjuk rasa masuk ke
gedung Parlemen, mendorong pejabat pemerintah untuk melarikan diri struktur
dengan helikopter. Protes berlanjut sampai Mei, dengan baju merah mengambil
alih pusat Bangkok dan pada dasarnya melumpuhkan metropolis sibuk.
Pada bulan Mei, Abhisit
menawarkan diri untuk memegang awal pemilihan – salah satu tuntutan kunci dari
merah kemeja – jika demonstran membatalkan demonstrasi mereka, tetapi mereka
menolak gerakan. Abhisit menarik tawarannya dan memerintahkan pasukan untuk
memblokade wilayah protes. Apa yang dimulai sebagai protes damai itu berubah
menjadi kekerasan, dan militer menembaki para demonstran, memukul Khattiya
Sawatdiphol, seorang jenderal yang berpihak pada kaos merah. Dia kemudian
meninggal karena luka-lukanya. Kematiannya memicu kekerasan lebih lanjut, dan
pengunjuk rasa membalas dengan serangan granat. Kaos merah kemudian ditawarkan
untuk bernegosiasi dengan pemerintah, tetapi ditolak dan terlibat dalam
kerusuhan besar-besaran, penjarahan, dan pemboman beberapa bangunan, termasuk
bursa Thailand dan department store terbesar. Pemerintah menindak tegas
gerakan, dan pada tanggal 19 Mei, para perusuh tersebar dan para pemimpin
protes menyerah dan akan menghadapi tuduhan terorisme. Dalam 68 hari protes, 68
orang meninggal. Kaos merah yang didapat sedikit dari demonstrasi yang
berlarut-larut mereka. Jika ada, itu memperdalam pembagian antara pendukung pro
– dan anti – pemerintah.
Abhisit memperkenalkan rencana
lima poin di bulan Juni yang bertujuan rekonsiliasi. Rencananya, meskipun
samar-samar, berusaha untuk menjembatani kesenjangan ekonomi dan sosial yang
menyebabkan gejolak baru-baru. Selain itu, Abhisit mengatakan ia akan pindah
untuk menempatkan kontrol pada media berita, yang banyak orang percaya memicu
kerusuhan, mempertimbangkan reformasi konstitusi, menunjuk sebuah komisi untuk
menyelidiki kekerasan, dan memperkuat rasa hormat dari monarki.
Pihak Didukung oleh Thaksin Shinawatra Menyapu Pemilu
Pihak Didukung oleh Thaksin Shinawatra Menyapu Pemilu
Pertempuran perbatasan dengan
Kamboja berkobar pada April 2011, menewaskan lebih dari 15 orang dan
menyebabkan 60.000. Ini adalah insiden kedua pertumpahan darah tahun ini, dan
upaya diplomatik melalui keanggotaan negara-negara ‘ dalam Asosiasi Bangsa Asia
Tenggara ( ASEAN ) tidak berhasil.
Pergeseran dalam politik
internal terjadi di awal Juli 2011 ketika partai Pheu Thai, yang didukung oleh
mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, memenangkan mayoritas di Parlemen,
mengamankan 265 dari 500 kursi – cukup untuk membentuk pemerintahan satu
partai. Yingluck Shinawatra, adik Thaksin Shinawatra, menjadi perdana menteri,
berjanji untuk mengatasi perpecahan berbasis Thaksin negara. Merasakan manfaat
dari kekuatan dalam jumlah, Yingluck mengulurkan tangan untuk beberapa partai
kecil untuk membentuk koalisi. Pheu Thai mengalahkan Demokrat, partai kelas
menengah terdidik yang telah berkuasa sejak 2008.
Pembicaraan Damai
Lanjutkan Meskipun Kekerasan Lanjutan
Pada Februari 2013, pemerintah
Perdana Menteri Yingluck Shinawatra sepakat untuk pembicaraan damai dengan
pemimpin Barisan Revolusi Nasional ( BRN ), salah satu kelompok pemberontak
pemberontak tertua dan paling tangguh beroperasi di selatan negara itu.
Provinsi Yala, Pattani, Narathiwat dan adalah etnis Melayu dan membentuk
mayoritas Muslim. Perlawanan terhadap kekuasaan Buddha berubah menjadi
kekerasan pada tahun 2004, sejak itu lebih dari 5.400 orang telah tewas.
Penyelesaian Masalah Ekonomi di
Thailand
Indonesia (250 juta orang) dan Thailand (65 juta orang)
adalah dua negara yang segolongan dalam perekonomian: sama-sama negara
berkembang, mantan macan Asia pada tahun 1990an, pernah mengalami krisis mata
uang, sama-sama berada di jalur demokrasi walau dengan gaya berbeda, dan kini
sama-sama ingin menjadi negara maju berikutnya setelah tertinggal dari Malaysia
(26 juta orang) apalagi Singapura (4,5 juta orang). Lihat Tabel 1. Thailand
bersama Indonesia juga sama-sama menempati posisi terburuk kedua dalam peringkat
korupsi di Asia (survei PERC 2007).Di tengah upaya memacu pertumbuhan ekonominya, Thailand menghadapi perubahan politik dalam negeri. Dua hal ini, ekonomi dan politik, saling berkaitan dan memberi pengaruh yang luas pada tingkat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Makalah ini membahas perkembangan ekonomi Thailand, dengan fokus pada upaya pemerintah Thailand mengatasi krisis moneter tahun 1997, outlook perkembangan ekonomi setelah pergantian pemerintahan, hubungan ekonomi luar negeri dan program-program menarik yang dapat menjadi pembelajaran bagi pengambil kebijakan bidang ekonomi di Indonesia.
THAILAND SETELAH KRISIS 1997
Dalam upaya mengakhiri krisis mata uang tahun 1997, Thailand sejak awal telah berupaya meningkatkan ekspornya. Pertumbuhan ekspor tahun 2002 Thailand tercatat sudah mengalami kenaikan sebesar 2,8%. Ekspor mengkontribusi sekitar 60% dari total nilai PDB Thailand, sehingga pertumbuhan ekonomi Thailand turut terangkat cepat. Pada tahun itu juga Thailand telah membayar lunas utangnya sebesar 17 miliar USD ke IMF. Pertimbangannya, Thailand tidak ingin terbebani bunga pinjaman dari IMF yang sekitar 2,9% per tahun. Alasan lain adalah bahwa perekonomian Thailand semakin tumbuh mantap dan investasi asing sudah berdatangan, sehingga tidak memerlukan bantuan dana IMF.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, Thailand mengalokasikan pengeluaran yang lebih besar daripada penerimaannya. Anggaran defisit pemerintahan Thailand pada tahun 2002 sekitar 3,4%, sengaja ditingkatkan dari 0,8% pada tahun 2001. Kebijakan ekspansif sektor fiskal itu memungkinkan permintaan domestik pada perekonomian Thailand meningkat, karena porsi belanja modal lebih tinggi daripada belanja untuk keperluan lain, dan belanja modal itu lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan prasarana yang menyerap lapangan kerja banyak sehingga mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan kesejahteraan penduduk termasuk petani yang produknya mengalami peningkatan permintaan.
Hanya empat tahun setelah krisis, Thailand telah berada di urutan ke-5 dari 10 besar negara di Asia Pasifik yang menerima aliran investasi asing langsung terbanyak, setelah Cina, Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Saat itu, Thailand menerima aliran FDI masuk sebesar 3,8 miliar USD, cukup signifikan untuk mengembalikan perekonomian Thailand seperti sebelum krisis. Namun laju ekonomi Thailand kemudian melambat. Seperti halnya Indonesia, pertumbuhan ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap gejolak harga minyak. Harga BBM meningkatkan inflasi dan suku bunga. Tahun 2006 ekonomi Thailand mencatat pertumbuhan sekitar 4,2% tidak jauh berbeda dengan 4,5% pada tahun 2005. Pertumbuhan ini adalah yang paling lambat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
DRAMA POLITIK THAILAND
Thailand adalah negara yang sudah terbiasa dengan perubahan pemerintahan. Kudeta pertama di Thailand dilakukan oleh perwira-perwira Thai pada tahun 1932, yang mengakhiri sistem monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Sejak itu percobaan kudeta terjadi sebanyak 17 kali sampai tahun 1991. Pada tahun itu Jenderal Sunthon Kongsomphong menggulingkan PM Chatchai Choonhavan karena krisis politik sebelumnya telah menyebabkan ketidakstabilan jalannya pemerintahan. Sejak itu militer berusaha menjaga jarak dengan hiruk pikuk sektor politik. Namun kudeta tahun 1991 itu ternyata hanya tercatat sebagai kudeta terakhir pada abad ke-20.
Pada awal tahun 2006 Thailand mengalami keonaran politik cukup ramai. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja PM Thaksin Shinawatra disulut oleh kebijakan penjualan 49% saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Perusahaan tersebut dijual hanya dua hari setelah Pemerintah mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25% menjadi 49%. Pelaksanaan tender itu oleh masyarakat dinilai bernuansa KKN. Sejak itu rakyat Thailand berulang kali mengecam PM Thaksin Shinawatra. Gelombang aksi unjuk rasa besar menyebabkan pengunduran diri PM Thaksin pada bulan April 2005. Namun, tidak lama kemudian Thaksin Shinawatra menyatakan kembali menjabat sebagai PM. Sejak kembalinya PM Thaksin Shinawatra, situasi politik di Thailand mengalami ketidakpastian terus menerus. Berbagai persoalan mulai dari investasi yang tersendat hingga kasus korupsi dan narkoba menjadi penyebab masalah pokok ekonomi dan politik di Thailand.
Pada tanggal 19 September 2006, Dewan Reformasi Demokrasi mengumumkan pengambil-alihan kekuasaan dari tangan PM Thaksin Shinawatra. Sejumlah alasan bagi dilancarkannya kudeta tersebut a.l. meluasnya perpecahan di dalam negeri dan masalah dalam pemerintah yang dipicu oleh ketidakpercayaan masyarakat, tuduhan korupsi, dan penyelewengan kekuasaan. Militer kemudian menetapkan keadaan darurat perang, membekukan konstitusi 1997, membubarkan parlemen dan Mahkamah Agung. Kudeta ini mengagetkan banyak pengamat politik asing.
PRAKARSA STRATEGIS YANG MENGEJUTKAN
Pengaruh ekonomi dunia dan reaksi spontan pemerintah juga menimbulkan goncangan ekonomi Thailand pada akhir tahun 2006. Sebelumnya, pada pertengahan tahun 2006, muncul outlook bahwa The Fed akan menurunkan tingkat suku bunganya karena laju inflasi tahunan menurun dari 3,82% (Agustus 2006) ke 1,31% (Oktober 2006). Sementara itu, Bank Sentral Eropa baru saja menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin ke level 3,5% karena inflasi yang tinggi. Ekspektasi akan terjadinya penurunan suku bunga di AS di tengah semakin tingginya suku bunga di Eropa menyebabkan Dolar AS melemah terhadap Euro dan sebagian besar mata uang dunia. Ini menyebabkan Baht juga mengalami penguatan dari 37,6 per Dolar AS di awal bulan Oktober 2006, menjadi 35,1 per Dolar AS pada tanggal 18 Desember 2006.
Dalam waktu kurang dari tiga bulan nilai Baht mengalami penguatan sebesar 6,4%. Penguatan ini lebih cepat dari penguatan mata uang negara lain. Penguatan Baht yang terlalu cepat ini menimbulkan kekhawatiran yang cukup mendalam. Baht yang terlalu kuat akan mengurangi daya saing produk-produk Thailand di pasar dunia. Jika hal ini dibiarkan terus, maka Baht akan melampaui nilai fundamentalnya. Koreksinya dikhawatirkan akan dapat menimbulkan ketidakstabilan di pasar mata uang.
Bank of Thailand (BoT) kemudian membuat sejumlah kebijakan. Pada Desember 2006, BoT mengharuskan perbankan memberlakukan ketentuan bahwa 30% dari deposito mata uang luar negeri akan bebas bunga selama satu tahun. Kebijakan itu untuk mencegah investor berspekulasi terhadap Baht. Para investor yang ingin menarik investasi dalam waktu kurang dari satu tahun diharuskan membayar penalti sebesar 33% dari jumlah yang diinvestasikan. Peraturan yang berlaku juga mengharuskan investasi dilindungnilaikan terhadap perubahan mata uang selama 12 bulan dan aliran investasi jangka pendek harus dihedge sepanjang umur investasi tersebut. Kebijakan pemerintah lain adalah investor asing harus mengurangi kepemilikan sahamnya menjadi maksimal 50% (sebelumnya tidak dibatasi) di perusahaan domestik dalam tempo paling lambat dua tahun. Saat ini terdapat 14.000 perusahaan asing yang telah menanamkan modalnya di Thailand. Jika mereka harus mendivestasi sahamnya, investor domestik belum tentu dapat menyerap saham yang akan dilepas. Kemungkinan ini menyebabkan banyak kalangan meragukan stabilitas ekonomi Thailand. Bisa jadi Thailand kembali memicu krisis finansial di Asia.
Kebijakan itu juga tidak memerhatikan dampak negatif terhadap pasar modal. Akibatnya, kebijakan kapital kontrol yang diambil tidak hanya membuat Baht berhenti menguat, tetapi juga membuat bursa saham di Thailand terkoreksi dengan tajam. Reaksi para pemodal adalah menarik dananya sehingga Baht melemah, seperti yang diharapkan pemerintah. Pelemahan itu diikuti merosotnya indeks SET yang mengalami koreksi 15%, level terburuk selama 16 tahun terakhir. Efek domino terasa di negara-negara Asia lain. Pengendalian modal itu telah memindahkan dana dari pasar modal senilai 23 miliar USD ke luar negeri. Menghadapi kenyataan itu, Menteri Keuangan Thailand kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengecualikan keperluan untuk transaksi saham dari kebijakan pengendalian modal tersebut. Pembatalan kebijakan capital control itu telah dapat menenangkan kembali investor di pasar modal. Bursa saham Thailand pun kembali mengalami penguatan. Kebijakan BoT tidak sepenuhnya gagal karena tujuan untuk mencegah penguatan Baht yang berlebihan dapat dinilai cukup berhasil. Bagaimanapun, BoT sudah mengirim pesan dengan tegas ke pasar bahwa ia tidak menginginkan Baht yang terlalu kuat.
Saat ini gejolak Baht dan bursa saham Thailand sudah tenang. Kekhawatiran terjadinya krisis moneter jilid 2 tidak terbukti. Bursa regional kembali bangkit setelah Filipina, Malaysia dan Indonesia menegaskan tidak akan mengeluarkan kebijakan serupa. Indeks harga saham di Asia kemudian merangkak naik kembali. Walaupun sempat menimbulkan kepanikan sesaat di negara-negara tetangga, namun keterpurukan pasar saham di Thailand sebetulnya memberi berkah bagi mereka.
PERKIRAAN EKONOMI 2007
Tahun 2007 ini pertumbuhan ekonomi Thailand diperkirakan akan berada pada kisaran 5–6%. Kinerja ini tergantung pada produktivitas ekonomi, daya saing komoditas ekspor, dan jadi tidaknya pembangunan beberapa megaproyek, dan ada tidaknya kemajuan dalam reformasi struktural. APBN ditetapkan sebesar 1.48 triliun Baht. Utang negara dibatasi tidak lebih dari 50% PDB, kebijakan ini diumumkan secara luas kepada publik sehingga masyarakat dapat ikut mengontrolnya. Pembayaran utang sebanyak 16% dari pengeluaran APBN, sehingga tersedia cukup banyak anggaran untuk membangun negara.
Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 dan program-program penghematan energi akan mengurangi besarnya impor BBM tahun ini. Pertumbuhan ekspor diramalkan sebesar 15.3%, hampir sama dengan tahun 2006. Elektronika, komponen komputer, mobil, dan produk pertanian merupakan komoditas ekspor utama Thailand. Ekspor jasa, utamanya pariwisata, dipastikan akan terus menguat sejak bencana tsunami tahun 2004. Defisit neraca perdagangan akan sekitar $ 4.6 billion–4.9 billion atau 2.5% dari PDB. Defisit ini tidak akan menjadi masalah jika ekonomi berada di jalur pertumbuhan tinggi, dengan ekspor yang terus mendatangkan Dolar ke dalam negeri.
Strategi peningkatan ekspor dilakukan secara bersamaan dengan strategi peningkatan permintaan domestik. Permintaan domestik didorong dengan a.l. program pembangunan prasarana pedesaan yang menunjukkan multiplier effect yang tinggi. Dana untuk pembangunan lebih dari 30,000 desa telah ditingkatkan dari 9.4 triliun Baht (2005) menjadi 19 triliun Baht (2006). Tampak bahwa kebijakan alokasi anggaran pemerintah tidak menganut sistem perubahan yang pro rata.
Karena modal swasta domestik yang diperlukan untuk mengurangi tekanan pada keuangan pemerintah terbatas, maka keikutsertaan swasta asing dalam pembangunan didorong dengan public-private partnership. Pengutamaan pembiayaan untuk infrastruktur fisik menuntut peningkatan kapasitas SDM. Studi Bank Dunia mengenai iklim investasi Thailand menemukan bahwa keterbatasan SDM adalah cukup signifikan di Thailand. Pengeluaran untuk tenaga kerja menyedot sekitar 15% dari rata-rata biaya produksi. Jika kemampuan SDM dapat ditingkatkan maka biaya produksi dapat ditekan.
Agar investasi asing meningkat, Pemerintah Thailand menawarkan insentif pajak untuk reinvestasi selama 3 tahun, dan memberikan insentif untuk perusahaan eksisting jika melakukan proses peningkatan nilai tambah pada produk mentahnya, seperti melakukan pengolahan hasil pertanian.
Thailand menjadikan program privatisasi sebagai salah satu bentuk reformasi strukturalnya. Privatisasi BUMN dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan menambah penerimaan pemerintah, sekaligus untuk mengurangi pengeluaran pemerintah. Master plan privatisasi telah membuat garis besar dan komisi provatisasi juga telah bekerja untuk mengatur, menerapkan, dan mengaudit proses penjualan BUMN. BUMN yang akan diprivatisasi antara lain maskapai penerbangan dan perusahaan minyak. Meletakkan program privatisasi kembali pada jalurnya akan mendorong pertumbuhan pasar modal, membantu pembiayaan investasi infrastruktur, dan meningkatkan kepercayaan investor. PMA diharapkan akan datang dalam jumlah yang lebih banyak, dan ini berarti menambah lapangan kerja.
Namun program privatisasi terhambat oleh protes dari serikat buruh yang khawatir akan terjadi gelombang PHK. Lembaga konsumen juga cenderung anti privatisasi karena harga produk-produk dapat menjadi lebih mahal setelah privatisasi walau biasanya menurun terlebih dahulu. Privatisasi juga terganjal oleh belum adanya peraturan atau keputusan penting, seperti berapa penerimaan negara yang wajar dari penjualan suatu BUMN. Rakyat Thailand tentu tidak ingin BUMN yang ada dijual murah kepada pembeli yang biasanya dari luar negeri.
Selama ini tingkat inflasi Thailand dapat dipertahankan menjadi rata-rata satu dijit angka. Tekanan inflasi tahun ini diduga akan berkurang sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang akan memperlambat hasrat belanja konsumen, yang mungkin juga terpengaruh oleh ketidak-pastian dalam sektor politik. Kebijakan perdagangan pemerintah Thailand yang utama adalah secara bertahap mengendalikan kenaikan harga 26 barang pokok dan 150 barang dan bahan bangunan yang sebelumnya dikendalikan secara ketat, untuk mengimbangi peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM. Dengan cara demikian, masyarakat tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan-bahan pokok dan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga akibat pengurangan subsidi BBM, misalnya.
Keterlambatan dalam realisasi APBN dan melunaknya hasrat belanja konsumen merupakan faktor penurun inflasi pada awal-awal tahun anggaran. Sedangkan kenaikan pendapatan petani merupakan faktor sebaliknya. Jika Departemen Perdagangan dapat mengendalikan kenaikan harga barang-barang konsumsi pada bulan-bulan berikutnya, maka tingkat inflasi akan sekitar 3-4% di 2007. Tahun 2006 yang lalu tingkat inflasi adalah 3.5%. Untuk mengendalikan inflasi, BoT mungkin dapat menaikkan tingkat suku bunga beberapa kali dalam setahun sehingga BoT rate mencapai tingkat 4-5.0% . Dengan mengendalikan faktor-faktor utama penyebab kenaikan harga-harga (harga BBM, gaji dan tingkat suku bunga) yang semuanya memberi pengaruh pada biaya produksi, maka inflasi akan terjaga tetap rendah. Konsumsi swasta diharapkan akan meningkat dengan menurunnya tingkat pajak pendapatan pribadi yang diterapkan sejak Agustus 2006.
Ekspor Thailand cukup prospektif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi jika harga komoditas di pasar dunia tetap baik dan slowdown dalam perekonomian AS tidak berpengaruh banyak pada ekspor Thailand. Target ekspor Pemerintah Thailand adalah 14%. Jika ekspor tercapai seperti yang ditargetkan maka defisit neracara perdagangan pada tahun 2007 akan sekitar 2% dari PDB. Pertumbuhan PDB tergantung juga pada apakah musim kemarau panjang akan muncul lagi. Namun Departemen Pertanian telah melakukan banyak upaya untuk memperbaiki sistem irigasi, yang diharapkan akan mampu mengatasi kekeringan di pedesaan. Sektor industri diharapkan tumbuh baik pada tingkat 7%, didukung a.l. oleh tingginya pertumbuhan industri permesinan, kendaraan bermotor, dan tekstil.
RESIKO KEGAGALAN
Resiko pertumbuhan ekonomi Thailand datang dari berhasil tidaknya pelaksanaan investasi megaproyek. Walaupun perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand cukup cerah tahun 2007 ini dengan kondisi fiskal yang sehat, pertumbuhan ekspor baik, dan cadangan devisa cukup banyak, namun adanya ketidak-pastian di sektor politik akan mengikis kepercayaan konsumen dan investor dalam dan luar negeri. Kemungkinan ketegangan sosial di Thailand selatan akan memberikan resiko tambahan bagi perkembangan ekonomi Thailand. Mungkinkan Thailand mengikuti jejak Indonesia dalam memecahkan masalah serupa?
Harga minyak yang meningkat dapat menyebabkan masalah baru, sebab ekonomi Thailand sangat sensitif terhadap harga BBM dunia. Penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 adalah langkah untuk mengurangi konsumsi BBM impor. Langkah lain adalah mempromosikan penggunaan bahan bakar nabati (BBN), seperti bio-diesel dan gas-alam untuk kendaraan. Upaya pemerintah dalam hal ini adalah a.l. mengurangi bea cukai atas produksi BBN dan mengkonversi kendaraan dinas dan taksi sehingga dapat menggunakan BBN.
Ketidakstabilan sektor politik dapat menyebabkan pelaksanaan pembangunan investasi infrastruktur juga mundur dari jadual yang ditetapkan. Ditambah dengan kemungkinan harga minyak dunia yang tinggi, maka pertumbuhan jangka pendek mungkin akan tidak sebesar yang diharapkan. Jika ini terjadi maka akan ada keterlambatan dalam pemanfaatan dana 42 miliar USD untuk infrastruktur megaproyek. Sifat pemerintahan sementara saat ini juga dikhawatirkan menyulitkan pengambilan keputusan strategis yang mempengaruhi realisasi APBN, implementasi kebijakan dan program, dan penundaan proyek infrastruktur lain, seperti 3 jalur subway di Bangkok yang telah menyebabkan dana sekitar 4.3 miliar USD urung mengalir ke perekonomian Thailand pada waktunya. Investasi megaproyek berpotensi menyumbang 0.5–0.7% pertumbuhan PDB setiap tahun karena ada faktor multiplier effect. Jika investasi ini batal, maka perekonomian akan tumbuh sedang-sedang saja. Kalaupun pemerintahan baru dapat dibentuk, pemerintah diduga masih harus memusatkan perhatian pada pembenahan kembali sendi-sendi pokok kenegaraan seperti amandemen konstitusi dan bukan pada berbagai masalah ekonomi.
KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU
Kemiripan ekonomi Thailand dan Indonesia memungkinkan kebijakan yang sama dapat diterapkan di negara lain dengan modifikasi seperlunya. Beberapa kebijakan dan progran pembangunan ekonomi Thailand yang menarik untuk diamati adalah sbb.
a. FTA dengan Jepang
Untuk meningkatkan ekspor, Thailand menjalin hubungan dagang khusus dengan Jepang melalui kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement). Segera setelah FTA ditetapkan, sedikitnya 20 perusahaan Jepang, yang mayoritas bergerak di sektor otomotif, merencanakan menanamkan modal baru di Thailand senilai 1,15 miliar USD. Menurut Departemen Promosi Industri Thailand, total modal yang ditanamkan perusahaan-perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 40 miliar Baht. Perusahaan asal Jepang merupakan penanam modal terbesar di Thailand, dengan kontribusi mencapai 43% dari total modal asing yang ditanam di negara itu. Saat ini terdapat sekitar 1.300 perusahaan Jepang yang beroperasi di Thailand yang mempekerjakan sedikitnya 50.000 karyawan lokal. Thailand telah menjadi home base bagi banyak perusahaan Jepang untuk melakukan ekspor ke negara-negara lain di samping membidik konsumen lokal. Sebagai contoh, Toyota Motor Thailand Ltd. pada bulan Maret 2007 berhasil menjual 22.813 unit dari total penjualan mobil sebanyak 56.021 unit. Isuzu berada di peringkat kedua dengan angka penjualan 13.922 unit. Produksi mobil ini melampaui produksi mobil di Indonesia. Lihat Tabel 2.
b. Insentf Investasi
BKPM Thailand telah menawarkan insentif kepada seluruh perusahaan yang ada di Thailand untuk penanaman modal baru. Perusahaan yang berminat mengajukan rencana investasi dan produksi kepada Badan itu. BKPM antara lain telah menyetujui rencana pengembangan mobil hemat bahan bakar. Para pengusaha harus melengkapi rencana pembangunan fasilitas produksi baru termasuk rencana memproduksi mesin dan komponen untuk mendapatkan insentif. Pengusaha juga harus membuat paling sedikit 100.000 unit mobil dalam lima tahun operasi, dan mobil yang dihasilkan harus bisa dikendarai sejauh lebih dari 20 kilometer dengan satu liter bensin saja. BKPM sebelumnya sudah mengurangi pajak impor untuk meningkatkan daya tarik investasi untuk membangun pabrik otomotif di Thailand.
c. Dukungan untuk UKM
Pemerintah Thailand mendorong UKM dengan berbagai cara yang efektif. Salah satunya adalah dengan melakukan pameran dagang di berbagai negara. Sejumlah 46 perusahaan meramaikan Thailand Exhibition 2007 pada bulan Maret 2007 di Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Office of Commercial Affairs Kedubes Thailand di Jakarta mewakili Department of Export Promotion, Departemen Perdagangan Thailand. Produk yang ditampilkan pada pameran meliputi makanan dan minuman, garmen dan tekstil, aksesori, produk kesehatan dan kecantikan serta pariwisata. Mereka juga menampilkan berbagai varietas buah segar, seperti kelengkeng, rambutan, mangga hijau, mangga kuning, buah pum, apel merah mawar dan tamarin manis. Pameran dagang ini merupakan bagian penting dari program One Tampon One Product.
Pemerintah Thailand juga mendirikan BUMN nirlaba Allied Retail Trade Co. untuk melakukan pembelian barang dari pabrik kemudian menyalurkannya ke jaringan toko-toko kecil dan warung tradisional lainnya. Perbankan Thailand, tidak hanya bank-bank BUMN, mendorong pergerakan sektor riel dengan memberi kemudahan kredit bagi pengusaha toko tradisional yang memodernisasi toko masing-masing, yang dengan demikian mempunyai prospek baik untuk mengembalikan poinjaman. Toko-toko tradisional juga diberikan keringanan pajak apabila masuk ke dalam jaringan suplai barang BUMN nirlaba tersebut.
d. Penataan Zona Perdagangan Eceran
Seperti halnya Indonesia, di Thailand jumlah peritel dalam berbagai jenis berkembang pesat sejak ekonomi pulih dari krisis moneter. Sebagian besar peritel di Thailand adalah toko tradisional dan sebagian kecil (dari segi jumlah) adalah convenient store. Supermarket pernah hampir mencapai 500 toko, tetapi kemudian berkurang menjadi 438 toko (2005), sedang hipermarket tumbuh konstan mencapai 29 unit (2005). Lihat Tabel 3.
Pemerintah Thailand sangat serius menangani masalah ritel dan memberlakukan undang-undang ritel Royal Decree for Retail Act yang berisi aturan zona, jam buka, harga barang, dan jenis ritel. Dengan adanya UU tersebut maka Pemkot Bangkok Metropolitan menetapkan zona-zona perdagangan eceran. Misalnya zona barat daya, zona tenggara, dan zona timur laut ditetapkan, kemudian dengan menarik garis vertikal dan horizontal ditentukanlah zona satu, dua, tiga, empat dan lima. Setiap zona diperuntukkan bagi ritel kelompok tertentu agar tidak terjadi ketimpangan persaingan usaha, yang berakibat sekelompok pedagang ritel menurun omzetnya karena keberadaan ritel jenis lain didekatnya, seperti yang terjadi di Jakarta. Persisnya, UU Ritel itu mengatur penerapan zona atau tempat usaha satu jenis ritel, seperti hipermarket berada pada zona empat atau lima, sedangkan zona satu hingga tiga hanya diperuntukkan untuk warung tradisional, grosir dan supermarket. Aturan zona juga melarang pusat perbelanjaan atau toko berskala besar pada daerah padat arus lalu lintas.
Referensi :
http://triscamiaa-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-101387-MBP%20Asia%20Tenggara-Dinamika%20SosialPolitik%20Thailand.html
https://zahidiyahela.wordpress.com/2012/11/28/strategi-pemerintah-thailand-dalam-mengatasi-krisis-thailand-tahun-1997/
http://ridgenotritz.tumblr.com/post/47445861738/penyelesaian-masalah-ekonomi-thailand
http://iniblogsaja.blogspot.com/2013/01/pengangguran-latar-belakang-pengertian.html
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/02/04/nj8g33-pengangguran-thailand-terendah-di-dunia
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/faktor-penyebab-terjadinya-inflasi/
https://punyaprasetyo.wordpress.com/category/perekonomian-indonesia/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-investasi-dalam-perekonomian-suatu-negara/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/26/1512241/Krisis.Thailand.RI.Siap.Menerima.Limpahan.Investasi
http://hikmat.web.id/sejarah-dunia/sejarah-negara-thailand
http://ridgenotritz.tumblr.com/post/47445861738/penyelesaian-masalah-ekonomi-thailand